Kali ini kita akan membahas minyak, api, dan dupa (bahan wangi-wangian) sebagai peralatan liturgi yang bersifat alamiah yang digunakan dalam perayaan liturgi. Simbol yang ingin diwakilkannya adalah sebagai bentuk ungkapan misteri perjumpaan Allah dengan umat-Nya melalui Kristus. Unsur-unsur alam dipandang sebagai karunia Allah, Sang Pencipta, sebagai anugerah kehidupan dan keselamatan bagi manusia.
Minyak
Biasanya, minyak yang digunakan untuk kepentingan liturgi adalah minyak yang dibuat dari pohon zaitun. Dalam cerita Kitab Suci, minyak digunakan untuk: Pembuatan makanan (1Raj. 17:12); Pengurapan yang memberikan kegembiraan dan kekuatan (Mzm. 104:15); Bahan penerangan (Kel. 27:20); Obat penyembuh (Luk. 10:34; Mrk. 6:13); Pengurapan bagi seseorang untuk menjadi raja (1Sam. 10:1 ; 1Sam. 16:13); Simbol anugerah kepenuhan hidup dan kesuburan (Mzm. 128:3; 133:2); Pengurapan pada orang sakit (Yak. 5:14).
Berdasarkan kisah Alkitab itulah, kini penggunaan minyak dalam liturgi Kristen memiliki makna perlambang:
- daya kuasa Allah yang menyembuhkan (sakramen pengurapan orang sakit)
- daya kekuatan Allah yang memberi kekuatan bagi perjuangan hidup (sakramen krisma)
- penyertaan Allah dalam tugas kepemimpinan (sakramen imamat atau tahbisan)
Penggunaan minyak dalam liturgi melambangkan Allah kini bersama manusia. Dengan kata lain, penyertaan Allah disimbolkan dengan urapan minyak tersebut.
Dalam liturgi, dibedakan tiga macam minyak urapan yaitu:
- Oleum Infirmorum (OI) untuk orang sakit
- Oleum Catechumenorum (OC) untuk katekumen
- Sanctum Oleum atau Sanctum Chrisma (SC) untuk penguatan/krisma
Api
Dalam kehidupan kita, api merupakan sumber penerangan dan pemberi kehangatan, yang berasal dari terang dan cahayanya. Dalam liturgi Kristen, api dan cahaya memiliki makna menurut Misteri Paskah Kristus: melambangkan terang Kristus yang telah bangkit dari wafat-Nya. Simbolisasi terang Kristus ini kita lihat dalam penggunaan lilin yang bernyala. Dalam liturgi Malam Paskah, simbol terang Kristus diungkapkan melalui upacara cahaya, di mana Kristus diproklamasikan sebagai Terang Dunia, yang berkat kebangkitan-Nya telah menganugerahkan keselamatan kepada manusia dan menghalau kegelapan serta kuasa dosa (maut).
Lilin Paskah secara liturgis senantiasa dihadirkan dalam lilin-lilin altar setiap kali kita merayakan Ekaristi. Demikian pula setiap lilin menyala yang digunakan umat beriman untuk berdoa, baik di depan patung/gambar Tuhan atau Bunda Maria atau orang kudus lainnya, sesungguhnya menunjuk dan menghadirkan Lilin Paskah itu. Cahaya api dari nyala lilin yang kita gunakan untuk berdoa melambangkan kehadiran Yesus Kristus, Sang Terang, di tengah jemaat-Nya yang sedang berkumpul untuk berdoa.
Dupa (bahan wangi-wangian)
Dupa dan bahan wangi-wangian dipakai dalam liturgi Kristen sebagai ungkapan penghormatan dan pengudusan kepada Allah. Ketika Imam mendupai altar, tabernakel, dan piala, sesungguhnya ia sedang menyampaikan penghormatan kepada Allah. Allah dihormati dengan dupa sebab kita sedang mengenang dan menghormati altar surgawi (Why. 8:3-4 dan 9:13), dan terutama menghormati Tuhan Yesus Kristus sebab altar itu “secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup” (PUMR 298).
Pemberkatan Imam dengan dupa, mengungkapkan penghormatan Gereja pada Kristus yang hadir dalam dan melalui diri Imam yang memimpin Ekaristi. (Andy – Sumber: Emanuel Martasudjita, Pr., Pengantar Studi dan Praksis Liturgi, Kanisius, Yogyakarta, 2011)