Pembahasan mengenai perempuan memang menjadi pembahasan hangat yang akrab di telinga kita. Apalagi akhir-akhir ini mencuat kembali berita di media televisi tentang pelecehan terhadap seorang perempuan. Itulah tema buletin bulan ini: perempuan yang selalu rawan dalam kehidupan bebas, terlebih remaja putri yang sedang berkembang mencari jati diri.
Mari kita lihat bagaimana Gereja Katolik memandang perempuan. Paus Fransiskus dalam banyak pembicaraan sering kali menekankan pentingnya perempuan dalam Gereja. Beliau mengatakan kepada ribuan peziarah pada audensi mingguan di lapangan St. Petrus, bahwa perempuan adalah saksi pertama kebangkitan Kristus serta memiliki peran khusus dalam menyebarkan iman. “Dalam Gereja dan dalam perjalanan iman, perempuan telah dan masih memiliki peran khusus dalam membuka pintu kepada Tuhan”.
Menurut beliau, dalam Kitab Suci perempuan tidak dicatat sebagai saksi kebangkitan Kristus karena Hukum Yahudi masa itu tidak menganggap perempuan atau anak-anak sebagai saksi yang bisa diandalkan. Namun, kalau kita cermati Injil lebih mendalam, perempuan memiliki peran utama dan mendasar. Para penginjil hanya menceritakan apa yang terjadi: para wanita adalah saksi pertama. Hal ini sebenarnya hendak mengatakan kepada kita semua bahwa Tuhan tidak memilih sesuai dengan kriteria manusia.
Dalam masyarakat kita, perempuan menjadi lemah “posisi” nya karena beberapa faktor. Di antaranya: 1. Faktor kultural, peran yang dijalani baik oleh laki-laki maupun perempuan merupakan bagian dari landasan kultural. Perempuan sering ditempatkan dalam ruang domestik (seperti mengurus rumah tangga), laki-laki dalam ruang publik (seperti mencari nafkah). 2. Faktor struktural: dominasi laki-laki atas perempuan didukung dan dibenarkan oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan (keluarga, sekolah, bahkan lembaga keagamaan). Dominasi itu akhirnya semakin berkembang (secara struktural) dan menyebabkan kaum perempuan, baik secara sadar, maupun tak sadar menerima dan menyetujui kekuasaan laki-laki sebagai sesuatu yang wajar.
Kesimpulan: selalu ada tempat istimewa bagi seorang perempuan dalam Gereja. Ini adalah sumber kekuatan dan semangat melangkah ketika kehidupan menjadikan seorang perempuan bahan eksploitasi bahkan bahan pelecehan. Budaya memandang perempuan harus menjadi sebuah revolusi dari setiap pribadi yang mengakui adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Maka, tema buletin bulan ini menjadi sebuah penegasan atas sebuah ajakan untuk melihat kehidupan dalam kacamata yang lebih baik. Pemaparan di atas menegaskan bahwa ada bahaya terhadap perempuan tanpa membahas tentang pergaulan bebas yang berefek fatal kepada remaja putri. Maka ajakan yang paling nyata ialah memunculkan kesadaran akan itu semua. Sebagai orang tua: menjaga anak perempuan dan memberikan dasar yang baik tentang hidup; sebagai perempuan: lebih menyadari dirinya secara utuh yang meliputi martabat serta tubuhnya; sebagai masyarakat umum: kita belajar untuk memilah-milah prioritas hidup yang lebih baik dibandingkan mementingkan ego secara pribadi maupun budaya yang ada. Semoga bermanfaat sebagai landasan kesadaran yang selalu diperbarui. Tuhan memberkati – I am ready. (AROGAN- Aa Romo Gandhi)