Seringkali dalam Perayaan Ekaristi terutama perayaan hari raya, kita melihat Imam beserta petugas Liturgi lainnya (Misdinar, Pemazmur, Lektor, Prodiakon) memasuki gereja dengan perarakan melalui pintu utama gereja. ”Adakah makna perarakan masuknya rombongan Imam beserta para petugas liturgi dalam Perayaan Ekaristi?”
Gambaran biblis tentang perarakan diambil dari Kitab Keluaran, yaitu perarakan bangsa Israel yang keluar dari Mesir melewati Laut Merah menuju tanah terjanji. Dari tempat perhambaan ke tempat kebebasan, terlepas dari penindasan dan penderitaan masuk ke “tanah terjanji”. Dalam Perjanjian Lama, Bangsa Israel menjadi umat Allah, dan status itu sungguh-sungguh suatu rahmat Allah. Hubungan antara Misteri Israel dengan Misteri Gereja hanya dapat digambarkan dalam perspektif sejarah keselamatan. Perarakan liturgis Katolik melambangkan perjalanan kehidupan kita dari mati menuju hidup yang kekal, dari dosa kepada pengampunan dan hidup baru.
Dalam liturgi Katolik ada banyak perarakan (prosesi) yang dilaksanakan. Dalam Perayaan Ekaristi dikenal empat prosesi utama, yaitu: perarakan masuk, perarakan Injil, perarakan persembahan, dan perarakan Sakramen Mahakudus. Dalam liturgi khusus sering ada perarakan yang dilakukan secara meriah, seperti yang terjadi pada waktu Pekan Suci yaitu: perarakan palma (Minggu Palma), perarakan Sakramen Mahakudus sesudah Ekaristi (Kamis Putih), perarakan Lilin Paskah (Malam Paskah). Perarakan berarti gerak beberapa atau banyak orang dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Gerak yang dimaksud bukanlah gerak sembarangan, tetapi bergerak dengan teratur dari satu tempat ke tempat lain dalam liturgi, yang biasanya diiringi dengan nyanyian. Berjalan dilakukan dengan badan dan kepala yang tegak, tenang, dan agung. Berjalan juga bisa dipahami sebagai ungkapan kesiapsediaan kita menanggapi tawaran kasih karunia Allah yang selalu ada di hadapan kita.
Perarakan masuk menjadi bagian paling awal dari seluruh rangkaian Ritus Pembuka. Selama perarakan masuk, umat berdiri dan dalam suasana hening. Dalam PUMR 43a: ”Umat hendaknya berdiri dari awal nyanyian pembuka, atau selama perarakan masuk menuju altar sampai dengan doa pembuka selesai”. Berdiri merupakan simbol gerakan badan yang penting dalam liturgi. Berdiri merupakan tindakan liturgis yang mengungkapkan perhatian, kepedulian, penghormatan, dan kesiapsediaan terhadap kehadiran Tuhan, baik melalui diri pemimpin ibadat maupun dalam Sabda dan Doa. Seluruh unsur dalam Ritus Pembuka bersifat mengantar dan mempersiapkan jemaat agar dapat mendengarkan Sabda Allah (dalam Liturgi Sabda), yang kemudian memuncak dalam persatuan dengan Tubuh Kristus (dalam Liturgi Ekaristi). Tujuan utama dan paling mendasar dari Ritus Pembuka adalah agar kesatuan jemaat dapat sungguh terwujud. Umat dipersatukan satu sama lain, dipersatukan dengan Gereja sedunia, bahkan dengan Allah. Maka, umat yang berkumpul harus menjadi jemaat (congregatus) yang bersekutu di bawah pimpinan Kristus.
Marilah kita mengikuti Misa secara utuh mulai dari ritus pembuka hingga ritus penutup, mulai perarakan masuk hingga perarakan Imam keluar menuju ruang Sakristi. Sehingga umat sungguh-sungguh mendapatkan berkat yang seutuhnya dari Tuhan.
(Andy/ Bid. Liturgi; dikutip dari : Ign. Djoko Irianto, Website Gema Liturgi)