Salah satu cerita rakyat yang pernah diceritakan mama kepada saya di masa kecil adalah cerita tentang sayur pakis. Kisahnya demikian, ”Ada dua orang anak yatim piatu (kakak-beradik). Hidupnya sangat melarat. Kedua anak yatim piatu ini tidak mengenakan pakaian selembar pun. Hidup mereka sangat tergantung pada sayur pakis, sayur yang tumbuh di pinggir sungai.
Setiap hari kedua anak yatim itu pergi ke pinggir sungai untuk mencari sayur pakis. Bila kedua anak yatim piatu ini kenyang, mereka akan tertawa. Mereka ceria dan bahagia. Sebaliknya bila mereka lapar, si bungsu akan menangis kelaparan. Bila kedua anak yatim piatu itu tertawa karena bahagia (kenyang), orang-orang sekitarnya akan mengejeknya “Waduh! Si telanjang bulat lagi tertawa-tawa. Mereka pasti kenyang.” Sebaliknya bila si bungsu menangis orang-orang sekitarnya pasti tahu bahwa kedua anak yatim piatu itu belum makan.
Sayur pakis merupakan salah satu jenis sayur yang dikonsumsi warga masyarakat di Apo Kayan. Karena tumbuh di pinggir sungai, maka setiap warga masyarakat bebas untuk memetiknya. Sayur pakis merupakan salah satu jenis sayuran yang diperjualkan-belikan di daerah tempat kami tinggal. Para pedagang sayur berjalan kaki dari desa lain (Desa Long Uro) untuk datang menjual sayur mayur di desa Long Ampung dan Metulang. Berkat mereka, kami dapat makan sayur setiap hari. Kami warga Pastoran St. Lukas Apo Kayan sangat bersyukur atas kehadiran para penjual sayur ini.
Kegembiraan yang dialami oleh kedua anak yatim piatu setelah mengkonsumsi sayur pakis sehingga kenyang juga merupakan kegembiraan kami. Sebab dengan adanya sayur pakis, kami bisa makan dengan lezat meskipun sayur tersebut dimasak dengan sangat sederhana, namun sehat.
Tentu pengalaman hidup kami tak sebanding dengan pahit yang dialami oleh kedua anak yatim piatu dalam cerita di atas. Mengapa?
- Jika kedua anak yatim piatu itu hanya makan sayur pakis, kami masih dapat mengkonsumsi nasi dan ikan asin/ikan/daging.
- Sudah satu tahun saya tinggal di Paroki St. Lukas Apo Kayan. Namun saya belum pernah menjumpai satu orang pun warga masyarakat yang tidak berpakaian seperti kedua anak yatim piatu itu.
- Warga masyarakat Apo Kayan pada umumnya mengkonsumsi nasi meskipun dengan sayur dan lauk yang sangat sederhana dan tanpa listrik seperti di kota-kota, tinggal di rumah yang sangat sederhana.
- Situasi hidup yang sederhana memampukan kami untuk tersenyum dan bersyukur kepada Allah. Kami memang hidup di tengah hutan tetapi tidak melarat.
(Noel, Pr. Pastor Paroki St. Lukas Apo Kayan)