Mengkomunikasikan Keluarga: Tempat Istimewa Perjumpaan Karunia Kasih
- Keluarga adalah sebuah pokok refleksi mendalam Gereja, yang melibatkan dua Sinode: Sinode luar biasa baru-baru ini dan Sinode biasa (Oktober mendatang). Maka, tepatlah bila tema untuk Hari Komunikasi Sedunia yang akan datang menjadikan keluarga sebagai titik acuannya.
- Bagaimanapun juga, dalam konteks keluarga itulah kita pertama-tama belajar bagaimana berkomunikasi.
- Kisah perikop Luk. 1 : 39 – 56, memperlihatkan bagaimana komunikasi itu pada dasarnya melibatkan bahasa tubuh. Respon Elisabet atas salam Maria pertama-tama diekspresikan oleh bayi di dalam kandungannya yang melonjak kegirangan.
- Rahim adalah “sekolah” komunikasi yang pertama. Kita mulai mengakrabkan diri dengan dunia luar dalam sebuah lingkungan yang terlindung, dengan suara yang menenteramkan dari detak jantung sang ibu.
- Setelah terlahir ke dunia, dalam arti tertentu kita tetap berada dalam sebuah “rahim”, yakni keluarga. Keluarga adalah tempat “di mana kita, meskipun berbeda, belajar hidup bersama orang lain” (Evangelii Gaudium, 66).
- Di dalam keluarga, kita : a) belajar menuturkan “bahasa ibu” kita, yaitu bahasa dari mereka yang telah mendahului kita. (Bdk. 2Mak. 7 : 25. 27); b) menyadari ada orang-orang lain yang telah mendahului kita, yang memungkinkan kita untuk berada. Pada gilirannya kita mesti menghasilkan kehidupan, melakukan sesuatu yang baik lagi indah. Kita mampu memberi karena kita telah menerima. Lingkaran luhur ini merupakan model untuk semua komunikasi.
- Dalam keluarga kita mempelajari dimensi rohani komunikasi yang diresapi dengan kasih, yaitu kasih yang Allah anugerahkan kepada kita dan yang kemudian kita tawarkan kepada orang-orang lain.
- Dalam keluarga kita belajar bagaimana bisa saling berbagi dan mendukung, mengartikan secara tepat ekspresi wajah orang dan membaca isi hatinya sekalipun diam tak berkata-kata; tertawa dan menangis bersama pribadi-pribadi yang tidak saling memilih tetapi begitu berarti satu sama lain. Realitas ini sangat membantu kita untuk memahami makna komunikasi sebagai kedekatan pertalian batin yang saling meneguhkan dan mempertautkan.
- “Mengunjungi” berarti membuka pintu dan pergi mendatangi orang-orang lain. Keluarga menjadi hidup lantaran ia melampaui dirinya. Keluarga-keluarga yang melakukan hal demikian mengkomunikasikan pesan mereka tentang hidup dan persekutuan, memberikan penghiburan dan pengharapan kepada keluarga-keluarga yang lebih rapuh, dan dengan demikian membangun Gereja, yang merupakan keluarga semua keluarga.
- Keluarga adalah tempat di mana setiap hari kita mengalami aneka keterbatasan kita dan orang-orang lain, pelbagai masalah besar dan kecil yang termaktub dalam kehidupan yang damai dengan orang-orang lain. Kita tidak perlu takut akan cacat cela, kelemahan, bahkan konflik, sebaliknya belajar untuk mengatasi semuanya secara konstruktif.
- Dalam keluarga kita tetap mengasihi satu sama lain meskipun ada serba keterbatasan dan dosa-dosa kita. Karenanya keluarga merupakan sebuah sekolah pengampunan. Pengampunan sendiri merupakan sebuah proses komunikasi. Ketika penyesalan diungkapkan dan diterima, maka komunikasi yang terputus mungkin untuk dipulihkan dan dibangun kembali.
- Berhadapan dengan tantangan berkomunikasi, maka keluarga yang punya anak-anak dengan keterbatasan fisik maupun mental mengajarkan banyak hal kepada kita. Keterbatasan dapat menjadi alasan untuk menutup diri, namun sebaliknya juga bisa menjadi pendorong untuk terbuka, berbagi, dan siap menjalin komunikasi dengan siapa saja. Hal ini juga bisa membantu sekolah, paroki, dan kelompok-kelompok orang untuk semakin terbuka dan inklusif bagi siapa pun.
- Di dunia nyata di mana orang sering kali dengan gampangnya mengumpat, menggunakan kata-kata kasar, membicarakan kejelekan orang lain, menabur pertentangan dan meracuni pergaulan sosial dengan gossip, keluarga menjadi acuan tentang bagaimana seharusnya memahami komunikasi sebagai rahmat.
- Dalam banyak situasi yang secara nyata dikekang oleh nafas kebencian dan aroma kekerasan, di mana banyak keluarga terpisah satu sama lain oleh kokohnya tembok batu atau jurang pemisah lantaran prasangka buruk dan rasa tidak suka, hanya dengan berkah daripada kutukan, berkunjung daripada mengusir, dengan menerima daripada mengajak ribut, kita akan mampu mematahkan rantai spiral kejahatan, memperlihatkan bahwa kebaikan itu selalu saja mungkin, dan mendidik anak-anak kita untuk menghargai pertemanan.
- Media modern dapat merupakan halangan jika dijadikan cara untuk mencegah kita mendengarkan orang lain, mengelakkan kontak fisik, mengisi setiap saat hening dan istirahat, sehingga kita lupa bahwa “keheningan adalah bagian terpadu dari komunikasi; tanpa keheningan, kata-kata yang kaya pesan tak akan ada”, (BENEDIKTUS XVI, Pesan Untuk Hari Komunikasi Sedunia Tahun 2012).
- Media menjadi bantuan bagi komunikasi ketika memungkinkan orang untuk berbagi kisah, menjalin kontak dengan teman-teman yang jauh, mengucapkan terima kasih kepada orang lain atau meminta pengampunan mereka, dan untuk membuka pintu bagi perjumpaan-perjumpaan baru.
- Ketika menyadari akan betapa pentingnya berjumpa dengan orang-orang lain, maka kita akan memakai teknologi secara bijaksana. Komunitas Kristen dipanggil untuk membantu para orang tua mengajarkan anak-anak bagaimana hidup dalam sebuah lingkungan media secara sepadan dengan martabat mereka sebagai pribadi manusia dan demi melayani kesejahteraan umum.
- Tantangan besar yang kita hadapi saat ini ialah untuk mempelajari kembali bagaimana berbicara satu sama lain, tidak sekadar bagaimana untuk menghasilkan dan memakai informasi.
- Kesimpulannya, keluarga harus dipandang sebagai ruang sosial di mana: a) kita belajar berkomunikasi, ditandai oleh pengalaman akan keakraban satu sama lain, dalam bingkai kasih yang diwarnai semangat saling memberi-menerima; b) merupakan sebuah komunitas manusia yang saling berkomunikasi; c) merupakan komunitas yang senantiasa menyediakan pertolongan, menyegarkan kehidupan, dan membuahkan hasil.
- Keluarga-keluarga harus dilihat sebagai sumber daya. Mereka berkomunikasi secara aktif melalui kesaksian mereka tentang keindahan dan kekayaan relasi antara lelaki dan perempuan, antara orang tua dan anak-anak. Kita tidak sedang berjuang untuk membela masa lalu. Sebaliknya, dengan kesabaran dan kepercayaan, kita bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi dunia di mana kita hidup.