Minggu, 14 Juni 2015
Bacaan: Yeh. 17: 22-24; MZM 92: 2-3, 13-14, 15-16; 2 Kor. 5: 6-10; Mrk. 4: 26-34
Dalam ilmu bahasa Indonesia, dikenal ada berbagai macam majas atau gaya bahasa. Salah satunya adalah gaya bahasa perbandingan.
Gaya bahasa itu digunakan untuk menyampaikan suatu maksud tertentu dengan cara membandingkannya dengan kenyataan lainnya. Dalam bacaan-bacaan Kitab Suci hari Minggu ini pun, kita menemukan gaya bahasa yang demikian.
Dalam bacaan pertama (Yeh. 17: 22-24), nabi Yehezkiel menyampaikan firman Allah kepada bangsa Israel dalam gaya bahasa perbandingan. Sedangkan dalam bacaan Injil (Mrk. 4: 26-34), Yesus menyampaikan pengajaran-Nya tentang Kerajaan Allah melalui gaya bahasa perbandingan atau yang lebih kita kenal sebagai “perumpamaan”.
Perumpamaan sendiri adalah cara berbicara dengan menggunakan perbandingan, lukisan, perlambangan yang diambil dari kenyataan hidup sehari-hari untuk menjelaskan kenyataan lain berkenaan dengan Kerajaan Allah.
Apa maksud nabi Yehezkiel maupun Yesus menyampaikan pesan atau pengajaran-Nya dengan gaya bahasa demikian?
Maksudnya supaya para pendengar dapat dengan mudah menangkap dan memahami pengajaran yang disampaikan sesuai dengan situasi hidup pendengar itu sendiri.
Pada zaman sekarang, Yesus memang tidak lagi berbicara secara langsung kepada kita seperti yang dialami para rasul atau orang-orang pada zaman Yesus. Namun sebagai orang beriman, kita harus meyakini bahwa Yesus masih berbicara kepada kita lewat sesama di sekitar kita; lewat para imam, suster, orang tua, guru, teman, kakak, adik, anak, dll.
Yang menjadi pertanyaan adalah: Sudahkah kita membuka hati untuk mendengarkan sapaan Yesus lewat sesama yang menawarkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan bagi hidup kita?? Selamat merenungkan. (Carlos/St. Aloysius Gonzaga)