Dengan berbagai pertimbangan, cukup banyak umat Katolik yang menyekolahkan anak-anaknya di lembaga pendidikan negeri atau swasta umum. Di sana, sebagai kaum minoritas, tentunya anak-anak memiliki tantangannya sendiri. Tidak semua sekolah negeri menyediakan fasilitas yang memadai, khususnya dalam pelajaran agama bagi siswa-siswi Katolik. Contoh: guru, komunitas, dan kegiatan belajar. Selain itu, siswa-siswi Katolik juga tidak jarang menghadapi hal-hal yang “tidak menyenangkan” karena perlakuan guru maupun teman-temannya, terkait agama yang dianutnya. Perlakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari candaan hingga ajakan untuk mengikuti ritual agama lain.
Sekilas persoalan tersebut dipandang sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja untuk sebagian orang dan lumrah bagi kaum minoritas. Tetapi untuk orang yang menghadapinya (setiap hari), kejadian-kejadian ini seringkali dirasa cukup mengganggu.
Seperti cerita pengalaman dari beberapa teman kita yang bersekolah di sekolah negeri. Setiap pelaksanaan pelajaran agama mereka terpaksa keluar dari kelas. Sebagai gantinya siswa harus mendapatkan pelajaran agama serta nilai dari Gereja. Mereka mengalami hambatan untuk ikut serta dalam partisipasi kegiatan organisasi sekolah, mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang bermaksud menguji atau membandingkan, dan perlakuan diskriminatif lainnya. Oleh karena itu, mereka memang sangat memerlukan bimbingan, dukungan, dan peneguhan dari pihak lain, seperti orang tua, Gereja, dan tokoh agama.
Dilihat dari “kacamata” yang berbeda, kita dapat melihat peristiwa yang dialami ini sebagai sesuatu yang positif dalam proses pertumbuhan iman. Karena akan memberikan kesadaran tentang identitas iman mereka sebagai seorang Katolik. Mengapa ya? Peristiwa yang tidak menyenangkan koq harus dipandang sebagai sesuatu yang positif?
Pergumulan dalam mengalami peristiwa-peristiwa ini menjadi dorongan dan memberikan kekuatan dalam mempertahankan iman sebagai umat Katolik. Sejalan dengan persiapan penerimaan Sakramen Penguatan sebagai salah satu perjalanan penting dalam kehidupan iman Kristiani, persoalan itu menjadi suatu bagian yang harus disyukuri dan dilewati dengan suka cita. Melalui Sakramen Penguatan, umat Katolik mendapat ‘amunisi’ untuk menjalani perutusan. Agar disanggupkan dalam menghadapi berbagai persoalan, tidak menyurutkan semangat perutusan dan keyakinannya, ia harus diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa.
Sebagai Laskar Muda Katolik yang masih memiliki banyak kesempatan untuk terus bertumbuh dan berkarya dalam hidup di masyarakat yang semakin maju ini, kita tidak akan lepas dari berbagai tantangan. Oleh karena itu, bersama Tuhan, kita pasti sanggup untuk menjawab tantangan iman dengan ‘amunisi’ yang telah dimiliki. (Lydia/St. B. Soubirous)