Paus Fransiskus menahbiskan 19 Diakon menjadi Imam pada hari Minggu, 26 April 2015, di Basilika Santo Petrus, Vatikan. Penahbisan ini bertepatan dengan Hari Doa Sedunia untuk Panggilan ke-52 (Minggu Paskah ke-4) yang bertema, “Keluarga, Sebuah Pengalaman Dasariah Panggilan.”
Ke-19 diakon tersebut berasal dari 8 negara yang berbeda, semuanya berusia kurang dari 40 tahun. Sembilan Diakon berasal dari Italia, 10 Diakon lainnya berasal dari Madagaskar, India, Peru, Kolombia, Cili, Korea Selatan, dan Kroasia. Penahbisan oleh Paus adalah tradisi yang dimulai oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1993. Sekarang penahbisan itu berlangsung setiap Hari Minggu Paskah IV.
Dalam homilinya, Paus Fransiskus antara lain menyatakan bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya Imam Agung Perjanjian Baru. Di dalam Dia, semua orang kudus Allah dilantik sebagai orang-orang imami. Ia mengutus dalam dunia pertama-tama para Rasul, kemudian para Uskup dan para penerus mereka, yang akhirnya diberi para Imam sebagai rekan sekerja, yang bersama-sama dengan mereka dalam jabatan imami, dipanggil untuk melayani Umat Allah.
Tuhan Yesus ingin memilih beberapa orang secara khusus, karena menjalankan imamat di depan umum dalam Gereja, dalam mendukung semua orang, melanjutkan perutusan pribadi-Nya sebagai guru, imam, dan gembala.
Mereka memang ditatan bagi Kristus, Sang Imam Agung Abadi. Mereka ditahbiskan sebagai para imam sejati Perjanjian Baru. Dengan demikian, mereka dipersatukan dalam imamat dengan Uskup mereka. Mereka menjadi para pewarta Injil, para gembala Umat Allah, dan memimpin tindakan-tindakan ibadat, terutama dalam merayakan pengorbanan Tuhan.
Akhirnya, keikutsertaan dalam perutusan Kristus, Kepala dan Gembala, dalam persekutuan seperti putra dengan Uskup masing masing, mereka harus berusaha untuk mempersatukan umat dalam satu keluarga – menjadi para pejabat kesatuan dalam Gereja, dalam keluarga – memimpin kepada Allah Bapa melalui Kristus dalam Roh Kudus. Dan selalu ingat teladan Sang Gembala yang Baik, yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani; tidak tinggal dalam kenyamanan-Nya, tetapi pergi keluar dan mencari serta menyelamatkan yang hilang. (Peter Suriadi, 26 April 2015)