Minggu, 21 Juni 2015

BcE. Ayb. 38:1.8-11; Mzm. 107: 23-24, 25-26, 28-29, 30-31; 2 Kor. 5: 14-17; Mrk. 4: 35-40

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini, membawa kita pada permenungan tentang kuasa Allah yang Maha Tinggi. Dalam bacaan pertama (Ayb. 38:1.8-11), Allah Yahwe mengajukan serangkaian pertanyaan refleksi kepada Ayub sebagai bentuk penegasan atas keragu-raguan Ayub terhadap kuasa-Nya. Lewat pertanyaan itu, Allah Yahwe hendak menjawab tuduhan Ayub tentang ketiadaan rencana, pengarahan, dan penyelenggaraan Allah terhadap alam semesta ini yang adalah tidak benar. Allah justru menunjukkan bahwa Dia-lah Allah Yahwe yang bertanggung jawab atas keteraturan susunan dan perjalanan alam semesta ini.

Bacaan Injil (Mrk. 4: 35-40), mengisahkan bahwa ketika Yesus bersama dengan para murid-Nya sedang dalam perjalanan menyeberangi danau dengan perahu, tiba-tiba datanglah angin taufan yang sangat dahsyat yang hampir menenggelamkan perahu mereka. Dalam keadaan yang mengerikan itu, para murid membangunkan Yesus yang sedang tidur untuk “melakukan sesuatu” demi keselamatan mereka. Yesus pun bangun, menghardik angin itu sehingga badai pun reda. Lewat peristiwa itu, Yesus hendak menegaskan kepada para murid-Nya bahwa diri-Nya sungguh Putera Allah yang berkuasa atas hidup manusia dan alam semesta ini.

Lewat pengalaman Ayub maupun para murid, kita pun diajak untuk berkaca pada pengalaman hidup kita, yang sering berada dalam situasi yang sama seperti mereka. Kita seringkali meragukan kuasa Allah, terutama ketika kita dilanda oleh berbagai persoalan hidup. Kita merasa seakan Allah berada jauh dari kita, meskipun kenyataannya tidaklah demikian. Allah memang jauh dari pandangan mata kepala kita, tetapi sebenarnya Ia dekat, bahkan dalam hati kita, senantiasa menyertai kita dalam setiap langkah hidup kita. Yang diminta oleh Allah hanyalah percaya kepada-Nya dan memasrahkan seluruh diri kita kepada-Nya. (Carlos/St. Aloysius Gonzaga)