Minggu, 05 Juli 2015
BcE: Yeh. 2: 2-5; Mzm. 123: 1-2a, 2bcd, 3-4; 2 Kor. 12: 7-10; Mrk. 6: 1-6
Zaman ini zaman edan!! Keluhuran nilai pribadi seseorang tidak lagi dilihat berdasarkan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Allah yang secitra dengan Allah, melainkan diukur berdasarkan apa yang dimiliki oleh orang tersebut (kedudukan, pangkat, golongan, kekayaan, atau asal-usulnya). Tidaklah mengherankan jika dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai adanya pembedaan perlakuan. Contoh: pemulung atau pengemis, kurang dihargai dibandingkan dengan pejabat; buruh pabrik kurang dihargai dibandingkan dengan pengusaha.
Apa yang dialami manusia pada zaman sekarang, ternyata dialami juga oleh nabi Yehezkiel dalam dunia Perjanjian Lama (bdk. Yeh. 2 : 2 – 5), dan Yesus pada zaman Perjanjian Baru (bdk. Mrk. 6 : 1 – 6). Nabi Yehezkiel merasa diri lemah, tidak mampu ketika dipanggil oleh Allah Yahwe untuk diutus menjadi pewarta/nabi di tengah-tengah umat Israel pada zaman itu. Ia mengetahui betul bahwa ia akan ditolak oleh masyarakatnya sendiri karena masyarakat Israel saat itu terkenal keras kepala dan tidak mau mendengarkan pewartaan dari para nabi.
Yesus mengalami hal yang kurang lebih sama. Meskipun banyak orang telah mendengar bahkan melihat secara langsung mukjizat-mukjizat yang diadakan-Nya, namun mereka masih sulit untuk menerima dan percaya pada apa yang dikatakan dan dilakukan-Nya. Itu karena mereka melihat latar belakang Yesus sebagai anak tukang kayu daripada kebenaran yang dikatakan dan diperbuat oleh Yesus.
Untuk kita renungkan: seringkali kita pun terjebak dalam hal yang sama. Kita seringkali menilai seseorang berdasarkan kedudukan, asal-usul, atau kekayaannya. Karena itu, sulit bagi kita untuk menerima kebenaran yang dikatakan orang tersebut. Kini sudah tiba saatnya untuk meninggalkan cara pandang seperti itu. Kita harus berani membuka diri terhadap kebenaran yang disampaikan orang atau kelompok tertentu dan meyakini bahwa Allah berkarya untuk menyatakan kebenaran melalui siapapun tanpa memandang status, asal-usul, atau kedudukannya. (Carlos/St. Aloysius Gonzaga)