Galau = Kurang Percaya(?)
Galau (a): berkacau (tidak karuan) – Kamus Besar Bahasa Indonesia versi PDF, 2008 (hlm. 429)
Kata galau sebenernya udah ada sejak dulu, namun uniknya ternyata perkembangan komunikasi dan pergaulan ikut berpengaruh pada perkembangan istilah dan ‘popularitas’-nya di kalangan anak-anak muda ‘kekinian’. Galau di masa kini identik dengan keadaan hati dan pikiran yang negatif. Kesedihan macam apa pun diidentikan dengan galau.
Actually, kalau dilihat sesuai pengertian kamusnya, sedih itu identik dengan kacau alias nggak karuan, seakan-akan lupa caranya berpikir positif. Penyebabnya bisa bermacam-macam, dari mulai urusan pacar, keluarga, bahkan keuangan. Namun ada yang (lagi-lagi) unik. Dalam pengertian KBBI, nggak disebut kalau galau itu gambaran perasaan, jadi sebenernya, kata galau itu juga bisa merujuk ke keadaan yang bisa dilihat mata.
Gimana dengan Alkitab dan ajaran Katolik? Pernahkah Tuhan Yesus menyinggung galau dalam ajaran-Nya? Jawabannya, pernah. Galau ini betul-betul kacau, tak karuan. Ketika Maria diberi kabar oleh malaikat Gabriel bahwa ia mengandung, Maria gelisah. Ia bingung karena ia belum bersuami. Apakah ia galau? Tidak, ia tidak merasa kacau atau nggak karuan, alih-alih; ia menyahut “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Ia percaya akan rencana Tuhan atas dirinya dan baik mood ataupun keadaan Maria yang terlihat mata, tidak kacau.
Bahkan Yesus sendiri pun pernah gelisah dan takut menghadapi kematian-Nya yang mengerikan. Nggak ada satupun manusia yang pernah menanggung siksaan seberat yang Ia tanggung. Apa ia gelisah? Ya. Apa ia galau? Nggak. Pada Bapa-Nya ia berdoa, “Ya Bapa, bukan kehendak-Ku, namun kehendak-Mulah yang terjadi”. Senada dengan Maria ibu-Nya, Yesus pun percaya pada Tuhan dan rencana-Nya. Ia tidak merasa kacau dan nggak karuan.
Ketika Yesus menghampiri perahu para murid-Nya dan berjalan di atas air, Petrus menyusul Yesus dengan berjalan di atas air pula. Bagaimana bisa? Karena iman, Petrus yakin bahwa Gurunyalah yang berjalan di atas air. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam…(Mat 14:30) Mengapa? Karena ia ragu, Petrus kurang percaya. Dikisahkan bahwa Yesus lalu menolong Petrus, memegang tangannya dan berkata “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Mat 14:31)
Kebimbangan Petrus pada kisah ini mungkin serupa dengan kegalauan kita. Namun Yesus sendiri menegaskan, galau alias kebimbangan ini terjadi bukan karena kita nggak percaya, tapi karena kita nggak mau mempercayakan hidup kita kepada-Nya.
Kesedihan dan kekecewaan itu wajar, tapi jika berkepanjangan hingga lupa caranya bersyukur dan menikmati hidup, itu nggak baik; nggak baik buat raga, jiwa, pikiran, dan iman kita. Nggak semua rasa sedih identik dengan galau, tapi begitu mulai galau, maka bayangkan kembali Yesus yang memegang tangan kita, mencegah kita tenggelam sambil berkata; “Hai orang yang kurang percaya, kok galau sih?” (Bersambung) (Adrian Dimas Prasetyo)