Pertemuan yang diadakan oleh seksi Kerawam se-Dekanat Dasamawartoba, pada tanggal 2 Juni 2015 di aula lantai 3 paroki St. Paulus ini sepi peserta. Acara yang seharusnya menarik untuk diikuti, tetapi entah kenapa ternyata jumlah pesertanya hanya sekitar 15 – 20% saja (diharapkan 50 orang dari tiap paroki), termasuk peserta dari St. Martinus hanya 9 orang. Entah kurang peduli akan “Eksistensi Gereja Katolik di Tatar Sunda” seperti tema pertemuan itu atau karena diadakannya pada hari libur? Dalam pembukaannya, Pst. Agus Sugiharto, OSC, sebagai ketua Komisi HAK Keuskupan Bandung, menyampaikan bahwa sekarang ini mungkin kita masih merasa kecil di tatar Sunda ini, dan sering disebut sebagai minoritas. Paus Fransiskus sendiri menghimbau agar sebagai orang Katolik kita membuka ruang komunikasi dengan semua kalangan melalui perjumpaan. Di Bandung Barat, sampai saat ini Keuskupan Bandung masih belum memiliki gereja. Gereja Karmel Lembang itu milik susteran OCD.
Pst. Abu Kasman OSC sebagai narasumber mengatakan bahwa kita harus memanfatkan kearifan lokal budaya Sunda di Jawa Barat. Kebanyakan dari kita membagikan sembako kalau kita perlu sesuatu, seharusnya bangun dulu jemaat Allah, setelah itu akan mudah membangun gereja, seperti ucapan Paus Fransiskus bahwa Allah-nya adalah Allah umat manusia bukan Allah umat Katolik. Kita harus bersyukur karena tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia sangat kondusif sehingga tetap bersatu dan semakin kokoh walaupun jumlah penduduk terus bertambah. Adanya keberadaan pemuka agama yang berwawasan kebangsaan tinggi, kearifan lokal yang kaya dan sikap masyarakat yang semakin dewasa, sistem kebangsaan yang baik membentang ke seluruh wilayah negeri baik di pemerintahan maupun dalam masyarakat.
Kultur lokal yang menjadi perekat sering hilang karena masuknya pengaruh dari luar yang mudah diterima oleh masyarakat, gereja sering ditolak bukan semata-mata karena aturan tetapi lebih karena kurangnya perjumpaan/dialog dengan masyarakat sekitar. Dialog sering tidak berjalan karena kurang pengenalan agama sendiri dan agama lain. Dalam berdialog, jangan ada ketakutan, biar Roh Kudus yang akan menuntun dan membimbing kita, tetapi kita juga harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, jangan malah sampai kita terjebak masuk dalam dialog pada ajarannya. (Sek-2 DPP/Jeffrey)