Paus Fransiskus Bertemu Dengan 20 ABK, 29 Mei 2015
“Mengapa anak-anak menderita?” Paus Fransiskus menanyakan hal ini kepada sekelompok anak dengan penyakit serius atau cacat dan para orang tua mereka, di Casa Santa Marta, Vatikan, pada hari Jumat sore, 29 Mei 2015. Beberapa di antaranya telah diberitahu untuk menggugurkan bayi mereka karena kondisi mereka. Mereka juga didampingi oleh para relawan dari Unitalsi Lazio – sebuah organisasi nasional Italia yang mengangkut orang sakit ke Lourdes, Prancis, dan tempat-tempat kudus internasional lainnya. Sebagian besar anak-anak berusia antara 7-14 tahun, meskipun beberapa di antara berusia hanya beberapa tahun. Bapa Suci menjawab dengan sebuah pertanyaan yang mungkin beliau tanyakan kepada Allah sambil menatap salib: “Mengapa Putra-Mu ada di sana? Ini adalah misteri Salib”, beliau berkata.
Paus Fransiskus mengatakan kepada anak-anak untuk tidak takut bertanya dan meragukan Allah, “Mengapa?”, bahkan jika satu-satunya jawaban yang diberikan Allah adalah, “Bahkan Putra-Ku menderita. Tetapi ini adalah jawabannya”, kata Paus Fransiskus. “Dan kekuatan kalian ada di sana: tatapan Bapa yang penuh kasih”.
Orang mungkin bertanya bagaimana mungkin beliau, sebagai Paus – yang telah mempelajari banyak teologi – tidak memiliki jawaban. “Tidak. Tritunggal, Ekaristi, rahmat Allah, penderitaan anak-anak adalah sebuah misteri”, beliau berkata. “Dan orang dapat masuk ke dalam misteri tersebut hanya jika Bapa memandang kita dengan kasih”.
Paus Fransiskus mengungkapkan kekagumannya atas kekuatan dan keberanian mereka. Beliau mengingatkan bagaimana beberapa orang tua yang hadir mengatakan mereka telah diperintahkan untuk melakukan pengguguran kandungan, tetapi mereka menolak karena anak-anak mereka memiliki hak untuk hidup.
“Jangan pernah, jangan pernah membunuh seseorang untuk mengatasi sebuah masalah. Jangan pernah”. Paus Fransiskus membandingkan prosedur semacam ini dengan pendekatan mafia terhadap masalah-masalah. Paus Fransiskus meyakinkan mereka yang hadir bahwa beliau “menyertai” mereka dalam perjalanan mereka yang berani, yang merupakan sebuah salib, dan berterima kasih atas keteladanan mereka. Dalam sebuah dunia yang ditandai oleh sebuah budaya pencampakkan, beliau melanjutkan: “Kalian adalah pahlawan-pahlawan kecil kehidupan”. (Peter Suriadi, 30 Mei 2015)