Ada banyak alasan orang menjadi bahagia dalam hidup di dunia ini. Ada yang bahagia karena tumpukan materi: uang, harta; atau karena bisa membahagiakan orang lain dalam pelbagai karya pelayanan kemanusiaan, lewat ilmu dan karya kemanusiaan lain. Ada yang merasa bahagia karena melihat orang lain menderita, kebahagiaan sado-masokhistis; atau karena hidup menurut hukum Tuhan yang tertuang dalam kitab-kitab-Nya.
Itulah yang dibahas dalam Mazmur 119 yang sangat panjang ini: 176 ayat. Karena itu, tidak mungkin dibahas dalam satu uraian. Saya membahasnya dalam enam unit, menurut prinsip perimbangan, artinya, membagi mazmur ini secara imbang; bukan prinsip pembagian berdasarkan dinamika isi mazmur itu. Saya membaginya sbb: Bagian I: ayat 1-40. Bagian II: 41-72. Bagian III: 73-96. Bagian IV: 97-120. Bagian V: 121-150. Bagian VI: 151-176.
Sekarang saya fokus pada Bagian I: 1 – 40, yang bisa dibagi menjadi beberapa unit: ayat 1 – 8; ayat 9 – 16; ayat 17 – 24; ayat 25 – 32; ayat 33 – 40. Mazmur ini dimulai dengan sebuah pernyataan berbahagia. Definisi orang bahagia menurut mazmur ini adalah orang yang hidupnya tidak bercela, dan hidup menurut hukum Tuhan, memegang peringatan-Nya (ay. 1.2). Inilah definisi positif hidup bahagia. Dalam ay 3 ada definisi negatif hidup bahagia, tetapi sekaligus juga menekankan lagi definisi positif. Hukum itu disampaikan Tuhan sendiri (ay. 4). Pemazmur menandaskan bahwa arah dan tujuan hidupnya ialah mau memegang ketetapan Tuhan (ay. 5). Ia yakin bahwa jika ia memegang hukum Tuhan maka ia tidak mendapat malu (ay. 6). Dalam ay 7-8 ia membuat sebuah tekad untuk berpegang teguh pada hukum Tuhan dan ia berharap agar dengan itu Tuhan tidak meninggalkan dia.
Dalam unit II (9 – 16) ada refleksi mengenai hidup kaum muda yang penuh tantangan dan godaan. Mereka bisa mengatasinya dengan menjaga firman Tuhan (ay. 9), mencari Tuhan setiap waktu (ay. 10), terus menyimpan janji Tuhan dalam hati (ay. 11), meminta kepada Tuhan agar mengajarkan hukum itu kepadanya (ay. 12), mewartakan firman itu kepada yang lain (ay. 13), merenungkan titah Tuhan dan mengamati jalan Tuhan (ay. 15), dan dengan menyukai firman Tuhan dan tidak melupakannya (ay. 16). Orang muda harus mengupayakan hidup yang sukacitanya bukan harta melainkan peringatan Tuhan (ay. 14).
Dalam unit III (17 – 24), ia melanjutkan refleksinya tentang hukum Tuhan. Ia sadar bahwa ia hanya bisa hidup karena hukum Tuhan dan berpegang pada-Nya (ay. 17). Hal itu hanya mungkin jika ia bisa melihat keajaiban Hukum Tuhan (ay. 18); maka ia mohon agar Tuhan membuka matanya, meningkatkan kemampuannya melihat keajaiban itu. Ia meminta hal ini karena ia merasa sebagai orang asing di dunia ini (ay. 19). Ia juga mengungkapkan kerinduannya akan Hukum Tuhan dengan bahasa puitis: hancur jiwaku karena rindu (ay. 20). Ia sadar bahwa Tuhan menghukum manusia jika menyimpang (ay. 21). Ia berharap agar Tuhan menghapus cela dari hidupnya karena ia bertekun dalam firman-Nya (ay. 22). Dalam dua ayat terakhir ia canangkan program hidupnya: hanya merenungkan perintah Tuhan dan menjadikan perintah Tuhan itu sumber kegemaran hidupnya dan ia yakin bahwa dengan itu ia tidak goyah biarpun ada banyak yang merencanakan hal jahat terhadapnya (ay. 23 – 24).
Dalam unit IV (25 – 32) ada niat untuk hanya hidup semata-mata bagi Tuhan dan melaksanakan hukum-Nya; hal itu ia ungkapkan dengan pelbagai cara (ay. 25.26). Ia mohon agar ia dibantu untuk memahami hukum Tuhan (ay. 27). Ia juga memohon agar ia dijauhkan dari jalan dusta (ay. 29). Karena Hukum Tuhan telah ia jadikan sebagai jalan hidup (ay. 30), maka ia memohon agar setia pada jalan itu (ay. 31). Ia merasa bahwa hal itu akan melapangkan hatinya (ay. 32).
alam unit V (33 – 40) ia meminta beberapa hal penting dalam rangka hidup menurut hukum Tuhan: agar Tuhan menunjukkan hukum itu (ay. 33), dibantu dalam pemahaman (ay. 34), dibantu agar menyukainya (ay. 35), dibantu agar hatinya dicondongkan kepada hukum itu (ay. 36). Dalam ay. 37.39 ia meminta agar Tuhan menghindarkan matanya dari hal-hal hampa (ay. 37); ia juga meminta agar ia tidak mendapat celaka (ay. 39). Akhirnya dalam ay. 38.40, ia meminta agar Tuhan sudi memperkuat niat dan keinginan hatinya (38), dan ia menegaskan bahwa ia sungguh rindu akan hukum Tuhan, dan memohon agar ia boleh hidup berdasarkan keadilan Tuhan (ay. 40). Catholic University of America, Washington DC, Medio Desember 2014.
Oleh:
Fransiskus Borgius M
Lay Theologian, Dosen dan Peneliti
GESER Institue dan CCRS
Center for Cultural and Religius Studies
PF-UNPAR Bandung
Phd. Student ICRS-Yogya