Mungkin selama ini kita telah salah kaprah dalam membuat tanda salib pada saat mengikuti Misa di gereja. Pada awal Misa (Ritus Pembuka) dan berkat akhir misa (Ritus Penutup) saat imam menandai diri dengan tanda salib, sambil mengucapkan atau menyanyikan, ”Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus,” kita, umat, sering mengikutinya. Kita ikut mengucapkan atau menyanyikan,”Dalam nama Bapa…….,” lalu diakhiri, amin.
Sepintas, tidak ada yang salah. Memang praktik seperti itu sudah menjadi kebiasaan umat. Padahal sebenarnya ada kesalahan. Mungkin selama ini, tidak pernah ada katakese mengenai tanda salib, khususnya mengenai makna dan bagaimana cara pelaksanaannya. Orang melihat dan mendengar bagaimana orang lain membuat tanda salib, lalu menirukannya. Maka kebiasaan ini dianggap benar.
Pada Tata Perayaan Ekaristi (TPE) yang baru (2005) halaman 12, dituliskan rubrik “Imam dan umat menandai diri dengan TANDA SALIB.” Membaca rubrik ini, orang dapat menyimpulkan bahwa rumus tanda salib “Dalam nama Bapa….” diucapkan bersama-sama oleh imam dan umat. Padahal yang dimaksud adalah: Imam mengucapkan/me-nyanyikan, “Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” lalu umat menyahut, “Amin.” Apa yang tertulis di TPE jelas dan tepat:
I Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U Amin.
Jadi cara membawakan tanda salib dalam Misa adalah sbb.: Imam mengucapkan, “Dalam nama Bapa…..” (sementara itu umat semua membuat tata gerak salib mulai pada dahi, dada, bahu kiri, terakhir bahu kanan, tanpa ikut mengucapkan “Dalam nama Bapa…”), baru setelah selesai membuat tanda salib, umat menanggapi dengan berkata, “Amin.”
Jadi, pada dasarnya tanda salib dalam setiap ibadat bersifat dialogis. Baik imam atau pemimpin ibadat membuat pernyataan, “Dalam nama Bapa….” dan umat mengamini dengan aklamasi, “Amin” sebagai ungkapan peran serta umat dalam karya keselamatan Allah dan ungkapan persetujuan atas tanda salib yang diucapkan atau dilagukan imam/pemimpin ibadat sebagai ungkapan misteri iman kita kepada Allah kita yang Tritunggal. (Andy Suryadi/Sie. Liturgi)