6 September 2015
BcE. Yes. 35:4-7a; Mzm. 146:7, 8-9a, 9bc-10; Yak. 2:1-5; Mrk. 7:31-37
Nubuat tentang kabar gembira/warta keselamatan yang akan dibawa oleh Yesus, telah diramalkan sejak dahulu kala. Salah satu kisah itu, bisa kita temukan dalam cerita penampakkan Malaikat Gabriel kepada Maria untuk memberitahukan tentang rencana kelahiran Yesus Kristus (Mat. 1: 18-25; Luk. 2: 1-7). Juga kita temukan dalam berbagai nubuat/ramalan dari para nabi dalam Perjanjian Lama.
Dalam bacaan Kitab Suci pada Minggu ini, ramalan yang disampaikan oleh nabi Yesaya tentang Yesus dalam bacaan pertama (bdk. Yes. 35: 4-7a), akhirnya terbukti dalam kisah injil mengenai “penyembuhan seorang yang tuli dan bisu” (Mrk. 7: 31-37). Di sana Yesus hadir sebagai tokoh pembawa warta keselamatan/kabar gembira bagi mereka yang menderita (orang tuli dan bisu). Namun peristiwa pewartaan kabar gembira atau warta keselamatan oleh Yesus itu, menuntut sesuatu yang harus dipenuhi oleh mereka yang mendengarkan pewartaan-Nya. Syarat utama yang harus dipenuhi itu adalah: IMAN. Peristiwa penyembuhan itu. tidak akan pemah terjadi jika si penderita (bisu dan tuli) tidak memiliki iman. IMAN adalah bentuk tanggapan nyata manusia terhadap tawaran keselamatan yang datang dari Allah.
Bagaimana dengan kita? Seringkali kita meminta Yesus untuk melakukan suatu mukjizat dalam hidup kita ketika kita sedang menghadapi persoalan hidup (menderita sakit, kesulitan keuangan, relasi yang kurang baik dengan sesama, dll). Namun apakah permintaan kita itu didasari atau dibangun di atas iman yang kuat, bahwa Yesus pasti bisa melakukan suatu mukjizat bagi kita? Ataukah, jangan-jangan kita hanya sekedar meminta tanpa menyakini bahwa Yesus memang berkuasa melakukan mukjizat dalam hidup kita. Selamat merenungkan.
(Carlos/St. Aloysius Gonzaga)