Lima Pilar Kehidupan Menggereja
Koinonia adalah bahasa Yunani, berasal dari kata “koin “yang berarti mengambil bagian. Dalam perspektif biblis, koinonia diartikan sebagai paguyuban atau persekutuan (bdk.Kis.2:41-42). Koinonia dapat diidentikkan dengan sebuah persekutuan/paguyuban dalam melaksanakan sabda Tuhan. Suasana hidup dalam persekutuan tersebut ialah persekutuan hidup yang guyub, dalam arti hidup rukun dan damai. Sudahkah Lingkungan kita menjadi persekutuan/paguyuban? Suasana hidup seperti itulah yang digambarkan oleh Tuhan Yesus dengan bersabda, “Saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan melaksanakannya” (Luk.8:21).
Oleh karena itu, dokumen Konsili Vatikan II pertama-tama menggambarkan Gereja bukan sebagai suatu institusi duniawi melainkan sebagai suatu persekutuan ataupun paguyuban umat beriman yang menerima dan meneruskan cahaya Kristus yang diwujudkan dalam warna dasar perbuatan atau amal yang baik dan berguna bagi sesama.
Gereja sebagai sakramen yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan dalam kesatuan dengan seluruh umat manusia dihantar kepada segala kebenaran, dipersatukan dalam persekutuan serta pelayanan, dilengkapi dan dibimbing dengan aneka karunia hierarkis dan karismatis serta disemarakkan dengan buah-buah-Nya. Demikianlah seluruh Gereja tampak sebagai “Umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus (L.G.art.4)”. Selanjutnya Gereja mendapat arti dalam diri umat beriman Kristiani itu sendiri, dimana berkat sakramen Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun dalam persekutuan atau paguyuban menjadi satu umat Allah. Dengan cara mereka sendiri, mereka ikut mengemban tri tugas Kristus di dunia ini sebagai imam, nabi, dan rajawi Kristus (L.G.art.31). Dari gambaran ini dapatlah dimengerti bahwa semua umat Kristiani adalah umat Allah atau Gereja itu sendiri. Oleh karena itu setiap anggota dituntut untuk berpartisipasi dalam persekutuan atau paguyuban sebagai bagian dari hidupnya sendiri. Sebab, dengan demikian Gereja akan tetap hidup, terpikat, dan berkembang dalam dunia hingga keabadian.
Koinonia memiliki konotasi sebagai milik bersama atau bersolidaritas. Dalam terang Sabda Tuhan, syarat untuk membangun paguyuban Kristiani adalah orang-orang yang suka mendengarkan Sabda Allah dan berusaha melaksanakannya. Pelaksanaan Sabda Allah dapat berupa aktivitas pewartaan, liturgi, pelayanan, kesaksian, dan berjuang untuk hidup dalam semangat rukun-guyub dan aktif dalam melakukan solidaritas. Hal ini dapat digambarkan secara gambling dalam hidup seorang katekis atau seorang guru agama Katolik yang bertugas untuk melaksanakan katekese atau mengajar agama di stasi atau sekolah. Setiap hari Minggu berpartisipasi aktif dalam perayaan Ekaristi, bersedia membantu pelayanan kepada orang sakit, dan sebagai warga setempat ia pun wajib membangun hidup bersama yang rukun dan guyub. (Mo’Mbank)