Keseruan dari dalam kesusahan
- Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya Tuhan,*
- Tuhanku, dengarkanlah seruanku. Hendaklah telinga-Mu menaruh perhatian,* kepada jeritan doaku.
- Jika Engkau menghitung-hitung kesalahan, ya Tuhan,*siapakah dapat bertahan?
- Tetapi syukurlah Engkau suka mengampuni,* sehingga orang mengabdi kepada-Mu dengan takwa.
- Aku berharap akan Tuhan,* hatiku mengharapkan firman-Nya.
- Hatiku menantikan Tuhanku,*. Lebih dari penjaga menantikan fajar,*
- Israel menantikan Tuhan! Sebab pada Tuhanlah kasih setia,* dan penebusan yang berlimpah-limpah.
- Tuhanlah yang akan membebaskan Israel,* dari segala kesalahannya.
Mazmur berjudul, “Seruan dari dalam kesusahan” ini, konon merupakan mazmur favorit Martin Luther. Kiranya tidak hanya bagi Luther, tapi bagi kita juga. Sebab Mazmur yang dipakai sebagai salah satu mazmur dalam doa malam (completorium hari Rabu), berperan besar dalam liturgi kita, terkait dengan tobat. Termasuk pendek (hanya 8 ayat), salah satu hal yang mencolok ialah ia mulai dengan individu, tetapi lalu menjadi kolektif. Saya akan membahas mazmur ini dengan melihat dinamika isinya dari ayat ke ayat.
Dalam ayat 1 dilukiskan bahwa ia berseru dari sheol (diterjemahkan dengan “jurang yang dalam”). Pemazmur melukiskan bahwa ia sudah berada dalam situasi keterpurukan, berada dalam ngarai yang dalam. Itulah fakta kesusahan yang digunakan dalam judul mazmur ini. Pasti disana ada kegelapan, kelembapan, sebab sinar matahari tidak bisa masuk. Ini adalah garis besar yang mencoba mengungkapkan fakta bahwa ia merasa tidak pantas untuk beridiri di hadapan (menghadap) Allah. Dalam ayat 2 ia memohon agar Allah mau mendengarkan doa dan seruan permohonannya. Tentu ini sebuah paradoks: merasa tidak pantas menghadap Allah, tetapi berseru memohon kepada-Nya.
Dalam ayat 3 ia mengungkapkan bahwa tanpa ampunan Allah, orang tidak dapat hidup. Jadi ampunan dan belas kasih Allah menjadi prasyarat bagi manusia untuk hidup di dunia ini. Menurut ayat ini, orang hidup dari belas kasih dan ampunan Allah. Ide ampunan diungkapkan dengan ungkapan “melupakan”. Tuhan diharapkan tidak lagi mengingat-ingat kesalahan yang dilakukan manusia dalam hidupnya di dunia ini. Sebab kalau Tuhan mengingat semuanya itu, maka tidak ada manusia yang bisa bertahan hidup di hadapan pengadilan dan hukum Allah.
Dalam ayat 4, ia mengungkapkan keyankinan dasarnya bahwa Allah mau mengampuni. Ia yakin, ampunan dan belas kasih Tuhan akan menghasilkan sikap takwa manusia. Perubahan dalam hidup manusia ke arah ketakwaan, bisa muncul karena rahmat ampunan Allah. Perubahan itu adalah peristiwa rahmat juga. Dalam ayat 5 si pemazmur melukiskan bahwa ia menantikan Tuhan dalam sheol, dalam ngarai, tempat ia meringkuk dan terpuruk, Ia menantikan ampunan dan belas kasihan Allah. Menantikan firman-Nya. Menurut saya, kiranya itu sebabnya Mazmur ini (dalam liturgi gereja Katolik) banyak dipakai dalam masa Advent dan Natal, sebab pada masa liturgis itu kita didodorong untuk menantikan (mengharapkan) belas-kasih dan rahmat Allah sendiri.
Dalam ayat 6, pemazmur memakai ibarat penjaga kota untuk melukiskan intensitas dan kedalaman penantiannya akan Allah. Ibarat itu dipakai sebanyak 2 kali. Situasi penjaga kota ini penting dan genting. Giliran jaga pagi, kira-kira pada jam 3-6, memang paling gawat. Para penjaga biasanya dilanda rasa kantuk yang sangat berat; udara pagi sangat dingin’ sementara itu ada ancaman panah musuh. Bila para penjaga yang beridir diatas benetng penjagaan, memandang ke bawah, maka akan tampak gelap. Semuanya tampak samar-samar karena tertutup kabut. Tetapi konon pemandangan dari bawah keatas kelihatan sangat jelas dan terang. Karena itu mereka yang berada di atas menara benteng jaga itu mudah sekali mejadi sasaran empuk para pemanah musuh yang menyusup dan mengintai dari bawah. Itulah situasi genting yang dialami oleh para peronda yang berjaga diatas benteng kota. Dalam situasi kegentingan seperti ini, mereka sangat berharap pada pertolongan dan campur tangan Allah.
Akhirnya dalam ayat 7-8 terjadi loncatan dari doa pribadi (ayat 1-6) ke doa umat atau menjadi doa umat. Terjadi pergeseran besar. Ada seruan pemazmur agar bangsa Israel berharap kepada Allah, sebab Allah itulah penyelamat. Ia berdoa bukan lagi demi kepentingan pribadinya, melainkan demi kepentingan Israel. Pemazmur yakin bahwa Tuhan itu penuh kasih setia dan sering bertindak untuk membawa shalom bagi Israel, tepat pada waktunya. Tidak ada pihak lain yang bisa mendatangkan pembebasan dan penyelamatan bagi Israel selain Tuhan Allah (ayat 8). Itulah keyakinan pokok pemazmur. Ia sungguh yakin bahwa shalom (keselamatan, damai sejahtera) adalah kata terakhir yang berasal dari Allah, dan bukan sheol. Sheol itu hanya sebuah eksistensi semu belaka.