Tentu bukan suatu kebetulan kalau bersamaan dengan peringatan 41 tahun Gereja St. Martinus, topik majalah kita berkaitan dengan proses perijinan tempat peribadatan bagi umat non Muslim. Tiada yang kebetulan dalam Tuhan… Kita mungkin memang diajak sedikit mengkilas-balik perjalanan perijinan gereja St. Th. Avilla di Taman Kopo Indah II.
Proses itu dimulai sejak 27 Januari 2011 dengan pembentukan kepanitiaan. Panitia berketetapan akan mengusahakan perizinan untuk membangun sebuah gereja. Dengan menempuh prosedur yang sebenarnya, yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Kabupaten Bandung. 18 Februari 2011, rencana ini diberitahukan kepada pihak Keuskupan. Mulailah pendataan dan pengumpulan foto copy KTP para warga yang bertempat tinggal di wilayah RW 17 Kecamatan Margahayu Selatan. Berita tentang rencana ini segera tersebar ke mana-mana, suatu bukti kerinduan umat yang bukan main untuk memiliki sebuah rumah ibadah. Pihak-pihak yang berkompeten pun mulai di-sowan-i. Tidak semua mendukung, itu pasti. Sebagian besar tidak menolak, karena menyadari bahwa mayoritas penghuni wilayah Blok Kuda merupakan warga Kristiani.
Bukan main bersemangatnya para panitia yang dibantu oleh pengurus lingkungan… Medio Juni, proses pendataan warga rampung sudah. Berhasil dikumpulkan 268 KTP Pendukung dan 163 KTP Pengguna (Syarat SKB 2 Menteri: 60 KTP Pendukung dan 90 KTP Pengguna). Mereka semua menyatakan tidak menolak pendirian gereja St. Th. Avilla. Akhir Juli, Ketua MUI Desa sempat mengeluarkan pernyataan, bahwa berdasarkan hasil pertemuan tahun 1983, mereka tetap tidak akan mengizinkan pendirian gereja… Oo… Walaupun demikian proses tetap berlanjut. Pemikirannya jelas, seharusnya segala peraturan itu gugur dengan diterbitkannya Peraturan Dua Menteri, tahun 2006 itu. Developer mengeluarkan rekomendasi pada 1 Agustus 2011.
Kepala Desa mengeluarkan Surat Keterangan Domisili, tepat pada hari Pahlawan, 10 November 2011. Surat permohonan pengesahan data kepada Camat pun dilayangkan, 14 November 2011. Ketua FKUB memberi informasi bahwa proses tetap dapat dilanjutkan tanpa harus mendapatkan pengesahan data dari pihak camat. Maka, dilayangkan 2 surat permohonan rekomendasi, ke FKUB (11 Juli 2012) dan ke Kementerian Agama, 29 Agustus 2012. FKUB pun berkunjung ke lokasi, pada 17 September, 14 Oktober, dan 21 November 2012. Dalam salah satu kunjungannya, Ketua FKUB menyampaikan terima kasih, karena panitia dinilai taat administrasi. Ini adalah pengalaman pertama mereka: mengunjungi lokasi dalam rangka pengajuan rekomendasi, dan lokasi itu masih berupa tanah kosong. Biasanya, di lokasi sudah dibangun sebuah bangunan, baru diurus rekomendasinya… Mereka juga mengingatkan agar panitia baru mulai membangun setelah ada izin dari Pemda. Rekomendasi dari FKUB akhirnya diterbitkan pada 4 Desember 2012. Sepertinya mimpi itu segera akan terwujud… Tinggal menunggu rekomendasi dari Kementrian Agama. Dengan 2 rekomendasi itu, kita dapat mengajukan IMB… Ternyata yang ditunggu itu tak kunjung tiba. Kementerian Agama minta pengesahan data dari Camat sebagai syarat diterbitkannya rekomendasi. Camat berganti entah berapa kali. Tak juga pengesahan itu diberikan, dengan berbagai alasan. Terakhir diakui bahwa semua prosedur yang ditempuh itu sudah benar, tapi entahlah… Bahkan beberapa pejabat yang ditemui, minta agar kita mendirikan saja gedung serba guna, yang nantinya dialihkan penggunaannya.
Jadi ceritanya sekarang kita dalam proses menunggu sampai ada Camat Margaasih yang berani memberikan pengesahan atas data yang kita gunakan untuk pengajuan IMB. Dan jangan lupa Camat adalah pembantu Bupati – maka tentu saja beliau harus selalu berkonsultasi ke atas. Untuk segala sesuatu ada saatnya, kata Pengkhotbah. Mari kita lanjutkan dalam damai …!