Rabu, 14 Desember 2016, umat lingkungan St. Kristiana merayakan pesta nama Santa pelindung di rumah ibu Yenna, dalam perayaan yang dipimpin oleh Rm. Bambang. Hadir sekitar 30 orang warga dan beberapa pengurus dari lingkungan St. Margaretha, St. Lucia, dan St. Regina. Nyanyian diiringi oleh Felice dengan organnya, membuat suasana Misa terasa meriah dan khusyuk.
Homili Rm. Bambang seperti biasa, menohok. Romo memulai dengan ajakan untuk mengevaluasi rencana kerja yang sudah dicanangkan. Bu Aty, sebagai ketua lingkungan menjawab bahwa program yang sudah dicanangkan tetapi belum terwujud adalah BIA. Ditanyakan juga harapan dan keinginan warga lingkungan, juga apa yang sudah dilakukan dalam mengisi tahun 2016 yang adalah tahun keluarga. “Bagaimana dengan mengajak para suami untuk datang ke pertemuan lingkungan?” Memang malam itu hanya segelintir pria yang hadir. Romo bertanya lagi, “Adakah yang tahu program paroki untuk tahun keluarga ini?” Celakanya memang tidak ada di antara kami yang tahu.
Kesimpulannya, umat kurang merasa memiliki dan peduli dengan apa yang terjadi atau apa yang ditawarkan oleh lingkungan ataupun gereja. Visi Paroki, “Dewasa dalam iman, sehati sejiwa berbagi sukacita” hendaknya dapat dihayati sebagai ajakan untuk mengasihi lebih sungguh keluarga kecil kita. Pada tahun 2017, keluarga diajak untuk bekarya nyata di lingkungan dan gereja. Wilayah Nazareth mungkin dapat mengadakan acara jalan bersama keluarga sambil mendaraskan doa untuk terealisasinya pembangunan gereja di wilayah TKI II.
Romo mengingatkan juga bahwa iman perlu diperjuangkan dan harus diusahakan. Jangan pernah merasa cukup kalau sudah Misa setiap Minggu. Itu berarti kesadaran dan keinginan untuk bertumbuh dalam iman tidak ada. Dicontohkan militansi bobotoh pada klub sepak bola Bandung, yang selalu mendukung dan hadir bagi tim kesayangan mereka. Tapi umat dilingkungan? Cuaca jelek sedikit, batal datang ke pertemuan lingkungan.
Dalam pertemuan bulanan para Imam, seringkali materinya juga tidak baru. Yang penting adanya perjumpaan dengan sesama imam yang dapat menjadi momen peneguhan dan penguatan di antara mereka. Begitu pula dengan pertemuan di lingkungan. Bukan materi atau fasilitasnya yang paling penting, tapi canda gurau, perhatian dan sapaan satu sama lain, itulah yang merupakan kekuatan dan roh dari persaudaraan yang sejati. Romo mengajak kita semua untuk menumbuhkan semangat dan kerinduan untuk berjumpa dan berkumpul di lingkungan.
Setelah Misa usai, mereka disuguhi berbagai macam jajanan, semuanya sedap. Mungkinkah makanan menjadi nikmat karena mereka baru saja diisi dengan berbagai macam wejangan, bahwa pertemuan lingkungan semacam ini adalah saat-saat yang membahagiakan? Semoga tumbuh di hati warga masing-masing, suatu kerinduan untuk berjumpa dan hadir satu bagi yang lain.