Dewasa ini ada banyak anak-anak yang menganggap rumah hanya sebagai tempat makan dan tidur. Kedua orang tua sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Jika berkomunikasi tentang hal-hal yang sehari-hari saja sudah kurang, apalagi pembicaraan tentang Tuhan dan iman Katolik.
Kurangnya perhatian dari orang tua, mengakibatkan anak-anak mencari kesenangannya sendiri, asyik dengan dunianya sendiri, dan mencari pemenuhan kebutuhan mereka untuk diperhatikan dan dikasihi dengan caranya sendiri. Sebagian mungkin mendapatkannya dari permainan game di komputer/internet, chatting, nonton TV, atau jalan-jalan/shopping di Mall. Anak-anak dewasa ini berkembang menjadi pribadi yang cenderung individualistik daripada berorientasi komunal dan berinteraksi langsung dengan orang-orang di sekitarnya. Mengejar kesenangan sesaat dan kehidupan hura-hura yang serba instan. Soal iman? Menjadi tanda tanya besar. Soal Tuhan?
Mungkin kurang menarik perhatian mereka. Dalam kondisi ini, orang tua seolah tak berdaya, dan akhirnya menyerah sambil berkata, “Jaman sekarang memang berbeda dengan jaman dulu. Sekarang terserah anaknya saja deh, kita orang tua hanya dapat mendoakan…” Ungkapan ini adalah suatu ironi, namun menyiratkan keputus-asaan orang tua, atau penyesalan bahwa segala sesuatunya sudah terlanjur. Ibarat sebuah rumah, maka keluarga harus dibangun atas dasar yang kuat, yaitu iman akan sabda Tuhan dan penerapannya di dalam perbuatan kita (Mat. 7:24-27). Keluarga adalah tempat pertama bagi anak-anak untuk menerima pendidikan iman dan mempraktekkannya.
Dalam hal ini orang tua mengambil peran utama, yaitu untuk menampakkan kasih Allah, dan mendidik anak-anak agar mengenal dan mengasihi Allah. Karena mengasihi Allah, mereka dapat mengasihi sesama; dimulai dengan mengasihi orang tua, kakak adik, teman-teman di sekolah, pembantu rumah tangga, dst. Jadi adalah tugas orang tua, untuk membentuk karakter anak sampai menjadikan mereka pribadi yang mengutamakan Allah dan perintahperintah-Nya. Sejauh mana hal ini dilakukan oleh para orang tua, jika sehari-harinya anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu di depan komputer/TV atau alat-alat komunikasi lainnya, tanpa atau sedikit sekali berkomunikasi dengan orang tua? Bagaimana orang tua dapat menampakkan wajah Tuhan bagi anak-anak, jika sehariharinya anak-anak jarang melihat wajah orang tua mereka? Atau jika orang tua ada di rumah, apakah memberikan perhatian khusus kepada anak-anak, ataukah malah sibuk dengan urusannya sendiri? Sudahkah orang tua mengarahkan anak-anak, agar ingat akan kehadiran Tuhan di dalam hidup mereka, sehingga anak-anak dapat dengan spontan bersyukur, memohon perlindungan dan pertolongan kepada-Nya?
Beberapa hal yang mesti diperhatikan bagi orang tua sebagai sebuah “tawaran” bahkan “keharusan” dalam pembinaan keluarga (anak):
- Doa bersama sekeluarga dan mendampingi anak-anak menerima sakramensakramen.
- Orang tua harus mengusahakan suasana kasih dan kebersamaan di rumah.
- Keluarga harus menjadi sekolah pertama untuk menanamkan kebajikan Kristiani.
- Orang tua berkewajiban untuk menyampaikan pendidikan dalam hal nilai-nilai esensial dalam hidup manusia (pengajaran iman).
Akhirnya dari segala usaha yang ada (manusiawi) janganlah melupakan rahmat Allah. Rahmat Allah inilah yang memampukan kita untuk membangun keluarga atas dasar yang kuat. Oleh kasih karunia-Nya, kita dimampukan untuk teguh di dalam iman dan melaksanakannya dengan suka cita. Pengalaman akan kasih Allah dan mengasihi Allah inilah yang menjadi tali pengikat di dalam keluarga, sehingga apa pun serangan dari luar tidak akan menggoyahkannya.