Dalam pepatah Jawa, guru adalah sosok manusia yang harus dapat digugu dan ditiru. Digugu artinya segala ucapannya harus dapat dipercaya. Ditiru artinya segala tingkah lakunya harus dapat diteladani oleh peserta didik. Maka, menjadi seorang guru bukanlah tugas yang mudah.
Gereja Katolik memberi perhatian khusus terhadap profesi guru. Hal ini terbukti dengan adanya dokumen Gravissimum Educationis (betapa pentingnya pendidikan) yang dicetuskan oleh Paus Paulus VI (28 Oktober 1965), dalam Dokumen Konsili Vatikan II.
Ada 5 pandangan Gravissimum Educationis terhadap profesi guru yakni:
- Guru haruslah seorang spesialis
Guru spesialis maksudnya adalah seseorang yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang pengajaran dan pendidikan yang dilengkapi dengan ijazah-ijazah. Dokumen Gravissimum Educationis (GE) artikel 8 menyatakan: “Hendaklah para guru menyadari, bahwa terutama peranan merekalah yang menentukan bagi sekolah Katolik, untuk dapat melaksanakan rencana-rencana dan usaha-usahanya. Maka dari itu mereka hendaknya sungguh-sungguh disiapkan, supaya membawa bekal ilmu pengetahuan profan maupun keagamaan yang dikukuhkan oleh ijazah-ijazah semestinya, dan mempunyai kemahiran mendidik dengan penemuan-penemuan modern.”
Konsili ingin menegaskan bahwa untuk menjadi seorang pendidik dibutuhkan seseorang yang sungguhsungguh profesional di bidangnya, lulusan dari sekolah guru dan dikukuhkan dengan ijazah-ijazah sehingga semuanya itu menjadi linear dan menjawab kebutuhan serta ilmu yang disampaikan juga terjamin.
- Guru haruslah seorang yang mampu mengorganisasi
Seorang guru harus mampu mengorganisasi peserta didik yang sudah lulus (alumni) untuk kepentingan bina lanjut bahkan sampai akhir hayat. Ia harus mampu bekerjasama dengan para alumni dan orang tua, baik dalam situasi formal maupun informal. Melalui GE artikel 6 konsili mendorong umat beriman agar rela memberi bantuan untuk menemukan metode-metode pendidikan serta pengajaran yang cocok. Konsili menyarankan adanya kerja sama antara orang tua dan sekolah dalam memberikan pendidikan terhadap peserta didik. Hal itu penting karena bagaimana pun juga orang tua tetap memiliki peranan yang pertama dan utama dalam pendidikan informal.
- Guru sebagai imam
Seorang guru diharapkan dapat membawa anak-anak mengenal Tuhan (GE art 1 dan 2). Ia tidak boleh hanya menjalankan tugas sebagai pengajar dan pendidik untuk ilmu-ilmu formal saja tetapi juga harus dapat menjadi imam bagi peserta didik. Untuk itu, alangkah baiknya jika seorang guru Kristen menampilkan jati dirinya sebagai seorang Kristen sejati.
- Guru sebagai penanggung jawab utama
Guru adalah penanggung jawab utama dalam pendidikan formal (GE art. 5). Guru sebagai penanggungjawab utama memiliki peran sebagai pendidik. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, dan disiplin.
- Guru sebagai pendidik karakter
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini semestinya menjadi bagian hakiki kinerja seorang guru. Sekolah Katolik khususnya memiliki ciri khas: menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil, kebebasan, dan cinta kasih, dan membantu kaum muda supaya dapat mengembangkan kepribadian mereka sekaligus berkembang sebagai ciptaan baru (bdk. GE art 8). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa melalui tangan-tangan para guru di sekolah peserta didik tidak hanya dibantu untuk berkembang dalam bidang intelektual saja tetapi juga untuk mengembangkan kepribadiannya agar mengenal dan semakin mengembangkan karakternya.
Semoga topik bulan ini menjadi inspirasi bagi semua guru serta kita semua yang membacanya untuk juga berjuang dan berdoa untuk para guru.