Pernah nonton film “Dead Poet Society”? Ini adalah film berlatar belakang pendidikan, favorit penulis sepanjang masa. Salah-satu film Robin Williams yang terbaik dan paling dikenang. Di sini dia berperan sebagai John Keating, seorang pengajar Sastra Inggris dan alumni yang memberi warna di Akademi Welton.
Sebagaimana digambarkan, tempat pendidikan khusus anak laki-laki tersebut sangat disiplin dan menerapkan sistem yang ortodoks. Mereka mengajarkan empat semboyan sebagai pilar pendidikannya; tradisi, kehormatan, disiplin, dan prestasi. Berbeda dengan guru-guru pada umumnya, Mr. Keating mengajar muridnya dengan metode yang lebih ekspresif, mengarahkan muridnya untuk berfikir mandiri dan kreatif. Film ini juga berhasil membawa puisi sebagai sarana yang menarik untuk menuangkan inspirasi dan kreasi.
Apa yang terjadi kemudian adalah sebuah transformasi. Anak-anak yang semula hidup dalam tertib dan takut, lewat puisi jadi tahu hal-hal yang lebih dahsyat dan asyik . Menjelajah, menemukan impian, cita-cita, dan keunikan pribadi masing-masing, bahkan jika itu janggal atau tidak populer. Carpe Diem! Seize the Day!,” kata Keating menyemangati murid-muridnya.
Panggilannya sebagai seorang guru tidak hanya mengajak anak-anak didiknya untuk mampu mengerjakan soal-soal ujian. Berkat kegigihan, pengorbanan, dan kecerdikannya dalam mengajar, ia mampu membuat mereka keluar dari situasi yang menghimpit, berubah menjadi pribadi baru yang tidak lagi dibelenggu oleh kebencian, kekerasan, dan berbagai macam hal buruk lainnya.
Mengenai tugas seorang guru yang adalah panggilan dan perutusan ini, marilah kita belajar dari Sang Guru Sejati, Tuhan kita Yesus Kristus. Tuhan Yesus menghayati tugas perutusan-Nya sebagai guru sejati dengan mengajak para murid-Nya untuk terlahir secara baru. Meskipun muridmurid- Nya berasal dari latar belakang yang berbeda dan belum mengalami perkembangan sebagai pribadi maupun kelompok, impulsif, berdosa, kacau pikiran, bodoh, berprasangka, dan tidak stabil.
Yesus berprinsip, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh”. Bahkan untuk mengajak para murid-Nya mengalami kelahiran baru ini, Tuhan Yesus bersedia memberikan diri-Nya sebagai contoh utama orang yang telah mengalami kelahiran baru dengan bersedia merelakan diri disalib demi cinta kepada manusia. Tuhan Yesus amat mencintai murid-murid-Nya. Ia mengajak mereka untuk mengalami pencerahan seperti diri-Nya. Apakah kita juga berani memiliki spiritualitas seperti itu? Sudahkah kita menghayati tugas seorang guru sebagai panggilan dan perutusan?