Keluarga butuh hidup, tumbuh, berkembang, berbuah, aman nyaman, penuh sukacita, penuh berkat, dan makna. Perlulah kebutuhan-kebutuhan itu tersedia dan dipenuhi. Bila hal itu tidak terpenuhi, maka keluarga akan menjadi idiot, kerdil, merana, dan akhirnya mati.
Pertanyaannya: apakah dan manakah kebutuhan-kebutuhan itu? Tentu hampir semua keluarga tahu jawabannya. Pastilah itu kebutuhan jasmani dan rohani ataupun kebutuhan fisik dan emosi, serta psikologis. Kebutuhan-kebutuhan harus bisa dinikmati secara gratis. Tanpa beli, tanpa bayar di dalam keluarga. Kita bisa membayangkan: mana ada makan minum dalam keluarga harus membayar? mana ada tidur – mandi dalam keluarga harus membayar? Mana ada anggota keluarga sendiri harus membayar dalam tugas keluarganya sendiri? Kalau demikian yang terjadi, memangnya rumah keluarga sama dengan hotel, rumah penginapan, atau rumah makan?
Kebutuhan-kebutuhan jasmani merupakan service yang gratis dan manis demi hidup keluarga sejahtera dan waras, hingga hidup keluarga lebih mudah mencapai kegembiraan sejati dan abadi. Memang kebutuhan jasmani bukan kebutuhan kekal, tapi pangkal untuk yang kekal. Rasul Paulus berkata, “Makan dan minum, lakukanlah demi kemuliaan Tuhan.”(1Kor. 10 : 31) Masih ada kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dari pada kebutuhan jasmani, yaitu kebutuhan rohani dan emosi. Kebutuhan ini membuat anggota keluarga: merasa dicintai, merasa diterima, dihargai, dihormati, diperhatikan, disapa, dan didengarkan. Anggota keluarga merasa “diwongke” atau diperlakukan sebagai manusia.
Betapa menyenangkan, nyaman, dan “krasan” hidup dalam keluarga, apabila tiap anggota keluarga bersikap dan berlaku demikian. Keadaan seperti itu akan terjadi, karena kasih yang sejati. Kasih yang sejati adalah di mana kasih yang memberikan segala-galanya, tetapi tidak mengharapkan apa pun, tidak meminta apa pun. Kasih selalu memberikan dirinya dengan gratis.
Seperti Kristus telah bersabda, “Kalian telah menerima dengan cuma-cuma, berikanlah juga dengan cuma-cuma.” (Mat.10 : 8) Kualitas cinta yang begitu mulia, nyata pula dalam keluarga sebagai komunitas cinta. Untuk itu Paus Paulus VI berkata, “Inilah cinta yang total merupakan bentuk persahabatan yang sangat khusus, yang di dalamnya suami-istri secara murah hati membagikan segala sesuatu, tidak memikirkan hanya kepentingan-kepentingan sendiri. Siapa saja yang sungguh mencintai pasangannya, mencintai bukan karena apa yang diterima, tetapi mencintai pasangannya karena demi dia sendiri, yang berisi kemampuan memperkaya yang lain dengan pemberian dirinya.”
Akhirnya, marilah kita membangun “lumbung cinta di dalam keluarga, supaya Sorga dunia sungguh tercipta.”