Gereja Katolik di Asia hadir di tengah masyarakat yang memiliki tingkat keanekaragaman budaya, agama, atau masyarakat multikultur. Indonesia sejatinya dikandung dan dilahirkan dari rahim multikultur yang merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas.
Berpangkal dari kekayaan keberagaman tersebut, para Uskup Asia membulatkan komitmen untuk menyatukan diri dengan perjuangan bangsa Asia sebagai orang Asia. Diawali dengan sidang paripurna FABC I (1974) yang mengambil tema Evangelization in Modern Day Asia, para Uskup di Asia merumuskan keprihatinan utama yaitu berevangelisasi bagi Gereja Asia yang berarti berpusat pada pembangunan Gereja setempat yang berdialog dengan keberagaman budaya, agama, dan kemiskinan. Dialog ini akhirnya bermuara pada usaha menghadirkan Kerajaan Allah.
Discussion and dialogue, with a courageous and innovative fidelity that might lead to an encounter between Catholic identity and the diverse ‘souls’ of multicultural society” kata Paus Fransiskus. Konsili Vatikan II juga mendorong agar Injil Yesus Kristus diwartakan kepada segala bangsa melalui bentuk dan pendekatan kebudayaan setempat.
Dalam hal ini, proses inkulturasi bukan berarti menggunakan kebudayaan sebagai alat untuk membungkus pesan Injil, tetapi dengan perjumpaan itulah, Gereja semakin terbuka memahami Injil dan menampilkannya secara baru. Di sinilah Gereja, juga Orang Muda Katolik (OMK) tidak hanya menggunakan budaya sebagai alat pewartaannya, tetapi sekaligus juga mengembangkan kebudayaan itu.
Mengingat, manusia hanya dapat menuju kepenuhan kemanusiaannya yang sejati melalui budaya, Gereja juga merangkul dalam suasana dialog semua agama dan kepercayaan. Gereja tidak lagi memasang garis pemisah antara umat beragama Katolik dan umat beragama lain. Akan tetapi pemisahnya (apabila ada) antara mereka yang pro Kerajaan Allah dan anti Kerajaan Allah. Gereja membuka kerjasama dengan umat beragama lain untuk menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah ke dalam masyarakat.
Dengan demikian, umat beragama, juga OMK diharapkan selalu pro Kerajaan Allah. Akan tetapi secara faktual, mereka yang mengaku beragama tidak jarang justru anti Kerajaan Allah. Oleh karena itu, rasanya tidak cukuplah orang hanya beragama tetapi harus beriman. Bukan to have religion tetapi being religious.
Manusia agamawan harus sampai menjadi manusia yang religius, beriman, bertaqwa, berpengharapan, bercinta kasih, saling menolong, saling solider, saling menjaga perdamaian di tengah dialektika konflik, saling melengkapi dan saling mengajak ke situasi dunia yang lebih baik, lebih akrab dan lebih menjaga kelestarian alam maupun umat manusia, lebih memanusiakan manusia. Itulah Kerajaan Allah.
Tema Asian Youth Day ke-7 (AYD7) adalah: “Joyful Asian Youth! Living the Gospel in Multicultural Asia”. Harapan besar dari acara ini ialah lewat penyelenggaraan The 7th Asian Youth Day 2017 para orang muda Katolik di seluruh Asia bisa membangun kebersamaan dan jejaring sehingga bisa bersama-sama menyebarkan sukacita di tempat masing-masing. Harapan di atas terangkum dari tujuan acara tersebut. Maka, di bawah ini tujuan dari acara AYD; baik umum dan khusus.
Umum
Memberikan kesempatan kepada Orang Muda Katolik untuk memperbaharui dan memperdalam iman mereka sebagai murid Kristus dengan menjadi saksi cinta Tuhan bagi sesama dalam konteks Asia yang majemuk.
Khusus
- Untuk memperkenalkan dan berbagi kesaksian iman Gereja Katolik di Indonesia dalam konteks keragaman sosial-budaya-agama dan merawat bumi dan seluruh ciptaan.
- Untuk mengeksplorasi, merenungkan, dan berbagi pengalaman iman sebagai Gereja Katolik yang hidup sebagai komunitas dengan budaya di Asia yang majemuk.
- Untuk mendorong keterlibatan OMK di Indonesia pada khususnya dan Asia pada umumnya dalam misi evangelisasi Gereja sehingga mereka dapat berbagi nilai-nilai Kerajaan Allah sebagai saksi Sukacita Injil dalam dialog multikultural dan bekerja untuk keadilan sosial dan perdamaian. Semoga memberikan gambaran mengenai acara AYD yang ke 7 ini.