Sesi 1: Keterlibatan kaum awam dalam pelayanan Gereja
Siapakah kaum awam?
Adalah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja.
- Kaum beriman Kristiani dengan berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat Kristiani dalam Gereja dan di dunia.
- Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurus hal-hal fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah.
- Panggilan perutusan kaum awam itu bukan dari Gereja, melainkan dari Allah sendiri, yang serta merta diterima pada saat seseorang dibaptis.
- Menjadi fasilitator lingkungan adalah bukti konkret keterlibatan seseorang dalam tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus di tengah dunia dan Gereja.
- Tugas ini adalah panggilan mencintai dan pengorbanan yang besar: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
Sesi 2: Menjadi Fasilitator untuk Katekese Umat
Harus terampil berkomunikasi … Langkah-langkah praktisnya sbb:
- Mulailah dari Pengalaman Peserta
Fasilitator mengajak peserta untuk menyampaikan pengalamannya (menyampaikan kembali peristiwa, unsur-unsur, urutan peristiwa, dll). Selanjutnya, menggali tanggapan dan kesan peserta/umat atas kenyataan tersebut.
- Melakukan Analisis Sederhana dan Menyusun Kesimpulan
Fasilitator mengarahkan peserta untuk menemukan pola dengan mengkaji sebab-akibat, keterkaitan antara permasalahan dalam realitas dan mengajak peserta merumuskan makna dari berbagai pengalaman sebagai suatu pembelajaran untuk memberikan pemahaman baru yang lebih utuh, berupa prinsip-prinsip atau kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil pengkajian atas pengalaman tersebut.
- Membangun Niat Konkret & Aktualisasi
Akhirnya, fasilitator mengajak peserta untuk merencanakan tindakan atau aksi yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman baru tersebut. Tujuannya, memungkinkan terciptanya perbaikan atau perkembangan hidup beriman. Proses mengolah pengalaman belumlah lengkap, jika pemahaman penemuan baru tidak diaktualisasikan atau diuji dalam perilaku yang konkret.
Tujuh (7) prinsip sebagai fasilitator
Warga lingkungan pada umumnya adalah “orang dewasa” yang sudah mengalami berbagai proses kehidupan, memiliki pandangan hidup, dan sikap nilai tertentu. Maka, dalam proses memfasilitasi orang dewasa, perlu diperhatikan 7 prinsip berikut ini :
- Tidak menggurui atau mengajari, tetapi ajaklah peserta belajar bersama karena mereka mampu belajar secara mandiri dan mampu mengatur dirinya sendiri.
- Menghargai dan meng-apresiasi pendapat peserta, karena: harga diri sangat penting bagi mereka, terutama terkait diri dan kehidupannya.
- Kembangkan proses belajar dari pengalaman peserta (hubungkan antara teori dan kehidupan sehari-hari, karena: orang dewasa lebih dapat menikmati proses mengobrol dan mereka senang menceritakan pengalamannya dan senang mendengarkan pengalaman orang lain.
- Berbicara TEGAS dan JELAS karena: orang dewasa tidak suka yang bertele-tele dan yang tidak bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
- Peka pada situasi peserta. Pertimbangkan keterbatasan kemampuan belajar peserta. Daya serap semakin kurang karena usia dan perubahan fisik. Peka juga terhadap pemanfaatan waktu, yang memadai adalah antara 60 – 90 menit, pandailah mengatur dan menghidupinya supaya timbul semangat.
- Menciptakan suasana yang partisipasif/terbuka. Duduklah membaur bersama-sama dengan peserta menjadi satu kelompok, memberi animasi, mendengar dengan saksama, mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan.
- Mengikuti bimbingan Roh Kudus Terkait dengan keterampilan BEREFLEKSI:
- Terampil menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari.
- Terampil menemukan nilai-nilai kristiani dalam kitab suci ajaran Gereja dan tradisi kristiani lainnya.
- Terampil memadukan nilai-nilai kristiani dengan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari.