Dikatakan oleh Pastor Maurice Eminyan, SJ dalam bukunya Teologi Keluarga, “Para filsuf dan politisi, sosiolog dan psikolog, teolog dan penulis-penulis rohani telah menggunakan setiap kesempatan dalam tahun-tahun terakhir ini, untuk menarik perhatian dan semua saja terhadap situasi keluarga yang genting di dunia yang bebas ini.
Terhadap berbagai macam bahaya yang menimpanya, terhadap penderitaanpenderitaan yang tak terhingga, yang biasanya merupakan akibat dari keluarga yang telah hancur.” (hal. 7-8)
Di masyarakat kota-kota besar, akibat kehancuran keluarga itu juga nampak. Hal itu nyata pada anak-anak, kaum remaja, kaum dewasa, para elite dan pengusaha serta berharta. Mereka menjadi pem-bully, gank motor, peminum, pemabuk, perampok, penindas, pemerkosa, peneror, koruptor, provokator, dan predator. Sungguh suram dan seram, memprihatinkan dan mengerikan masa depan bangsa manusia, kesejahteraan dan keselamatannya.
Penyebab itu semua adalah perkawinan dan keluarga dengan gaya cinta bebas tanpa komitmen, tanpa tanggung jawab, tanpa kesetiaan. Dikatakan karena gaya hidup hedonisme (kenikmatan), mengikuti dan tenggelam dalam budaya ‘kematian.’ Atau menurut Ignatius Antiokhia, Kristus dan Sabda-Nya hanya ada di bibir atau di mulutnya, sedang dunia/kenikmatan dalam hatinya. Itu juga dikatakan dalam Kitab Nabi Yesaya 29: 13 “…memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku.” Gaya hidup yang demikian juga dikatakan St. Paulus, “…Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju pada perkara duniawi.” (Filipi 3: 19).
Lalu bagaimana keluarga-keluarga kristiani atau apa yang Gereja dapat tawarkan? Secara singkat dapat dikatakan,”Hantamlah hidup keluarga-keluarga (kristiani) dengan GR (Gizi Rohani). Sediakan saat teduh untuk menimba, mengecap, menarik sumber kehidupan rohani. Waktu doa merupakan sumber rohani terbesar yang kita miliki. Ada waktu untuk Firman, mendengarkan lagu-lagu rohani yang menyegarkan. Kitab Amsal berkata,”Firman adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya.”(Amsal 30: 5). Juga dalam 2 Tim. 3: 16: “…untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran.” Kesaksian suatu keluarga: Rumah orang Katolik haruslah menjadi surga yang selalu terwujud di bumi ini bila ada suasana hati yang penuh kehangatan dan cinta.
Berbahagialah yang berpikir, bekerja, bergembira, dan berduka bersama. Keluarga yang anggotanya terpadu menjadi satu oleh rahmat dalam cinta. Mari kita bangun keluarga kita masing-masing menjadi komunitas Sabda yang menjadi Gizi Rohani bagi hidup keluarga kita! Pasti keluarga kita jaya!