Asian Youth Day ke-7 (AYD7) yang berlangsung di Yogyakarta, 2-6 Agustus 2017, telah berakhir. Acara ini berjalan aman dan lancar. Semua peserta yang sebelumnya live-in di 11 keuskupan, berkumpul di Yogyakarta untuk mengikuti berbagai kegiatan kepemudaan, seperti sharing, refleksi, festival, ekaristi, sakramen tobat, devosi, dan berdoa. Tujuannya: mengobarkan semangat kerja sama demi terwujudnya persaudaraan dan sukacita Injil di antara Orang Muda Katolik di tengah masyarakat Asia yang majemuk.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menuturkan program AYD7 ini merupakan ajang positif untuk mengajak generasi muda Katolik berbagai negara saling belajar dan berbagi pengetahuan tentang keberagaman budaya antar bangsa. Sementara bagi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, event ini menjadi momentum untuk terus menghidupkan semangat toleransi yang menjadi wajah Indonesia sejak dulu. Mgr. Robertus Rubyatmoko (Uskup KAS) menuturkan, lewat AYD7 para peserta dari 22 negara diajak belajar mewartakan ajaran Injil tentang cinta kasih dalam konteks budaya masyarakat yang lebih plural.
Kisah Para Rasul 2: 1-11 mengatakan bahwa pluralisme atau kemajemukan menumbuhkan semangat komunikasi-communio. Kemajemukan itu berkomunikasi satu sama lain untuk perubahan menjadi lebih baik dan berujung pada communion. Bersatu tetapi tidak seragam. Yang membuat seragam-teratur-harmoni adalah adanya komunikasi dan dialog dengan tetap menjaga keaslian dan dapat menyatu.
Suatu keniscayaan orang Muda hadir dan tinggal dalam keberagaman/ kemajemukan (suku, agama, ras, golongan dll). Dengan bimbingan Roh Kudus menjalani perjalanan iman sampai pada kesadaran sebagai satu ciptaan. Kabar gembira dihadirkan dengan semangat baru dengan memenuhi kebutuhan manusia. Dilakukan secara partisipatif, dialogal, dan transformatif, serta mengantar orang untuk berjumpa dengan Allah dalam kehidupan seharihari, yang membuatnya menjadi baru sehingga yang berbeda-beda disatukan Allah. “Discussion and dialogue, with a courageous and innovative fidelity that might lead to an encounter between Catholic identity and the diverse ‘souls’ of multicultural society.” kata Paus Fransiskus.
Saat ini kemudahan dalam berkomunikasi dan berdialog orang-orang muda terbuka lebar. Mereka yang didominasi Generasi Millenial adalah generasi sekali sentuh. Di mana pun mereka berada, mereka bisa menggenggam dunia melalui smartphone atau gawai di tangan mereka yang terhubung dengan internet; atau berselancar ke mana pun mereka inginkan.
Gereja perlu membuat orang muda merasa nyaman dengan memberdayakan mereka, membuat mereka berguna di komunitas. Misal dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan diri seraya memuliakan Allah. Mgr. Joel Z. Baylon, FABC Office of Laity and Family dalam event AYD7 mengatakan bahwa orang muda Katolik harus menjadi Online Missionaries of God (OMG). Mereka diajak mewartakan Injil di dalam website, instagram, atau bentuk media sosial apa pun yang mereka miliki; membagikan status atau postingan yang mampu mengajak atau menginspirasi kelompok sebayanya dengan tulisan-tulisan atau gambargambar untuk memuliakan Tuhan, menyitir Kitab Suci, dll. “True love is about giving and not just receiving.”
Apa hubungannya dengan Othok-othok? Itu adalah permainan tradisional dari pilah bambu, diberi pengait dan dimainkan dengan cara diputar berulang-ulang sampai menghasilkan bunyi ‘othok-othok.’ Permainan sebagai tanda pembuka AYD7, dimainkan Menteri Agama bersama Gubernur DIY. Othok-othok digunakan sebagai simbol kebersamaan di dalam budaya setempat. Berguna juga sebagai pengusir hama padi terutama burung-burung. Bisa juga diistilahkan sebagai pengusir unsur-unsur negatif.
Juga mengingatkan pada kaum muda Millenial saat ini bahwa nilai-nilai lama yang luhur, baik itu kearifan lokal maupun agama jangan sampai ditinggalkan. Menjadi manusia yang religius, beriman, bertaqwa, berpengharapan, bercinta kasih, saling menolong, saling solider, saling menjaga perdamaian di tengah dialektika konflik, saling melengkapi dan saling mengajak ke situasi dunia yang lebih baik, lebih akrab dan lebih menjaga kelestarian alam maupun umat manusia, lebih memanusiakan manusia dalam persaudaraan. Itulah Kerajaan Allah yang nyata di dunia.