BcE Yeh. 18:25-28; Flp. 2:1-11; Mat. 21:28-32
Nabi Yehezkiel mengajak bangsa Israel untuk bertobat, yaitu meninggalkan kefasikan; menggantinya dengan melakukan keadilan dan kebenaran. Pertobatan ini penting sekali, sebab dengan bertobat orang akan selamat. “…..kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya.” (Yeh. 18: 27).
Orang yang bertobat, selain mengarahkan pandangan hidupnya kepada Allah, juga kepada sesama manusia. Yaitu dengan mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan dirinya sendiri. (bdk. Flp. 2:3-4). Melalui bacaan pada hari Minggu ini, Nabi Yehezkiel dan Santo Paulus mengajak kita juga untuk membangun pertobatan. Salah satu aspek yang memungkinkan kita bertobat adalah sikap rendah hati, baik di hadapan Allah maupun dalam pergaulan hidup sehari-hari dengan sesama. Itu sebabnya, Santo Paulus melalui suratnya yang ditujukan kepada umat di Filipi, mengingatkan kepada kita untuk meneladan sikap Yesus Kristus, yang telah “merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib” (Flp. 2:8).
Aspek lain yang mendukung kita untuk melakukan pertobatan adalah penyesalan terhadap kesalahan yang telah dilakukan, dan kepercayaan kepada Allah yang maharahim (bdk. Mat. 21:32).
Semoga sikap rendah hati, rasa sesal atas kesalahan, dan kepercayaan akan kerahiman Allah, senantiasa ada dalam diri kita, sehingga kita senantiasa membangun sikap tobat.