Sejumlah ‘pegiat musik liturgi’ di Paroki St. Martinus, yang terdiri dari para pemazmur, penyanyi dalam koor, dirigen, dan organis, baik yang dewasa maupun kaum muda, berkumpul di Aula Bina Iman Anak sejak pukul 6 sore. Ada apa gerangan? Ternyata pada hari Selasa malam, 12 September itu, diadakan sebuah acara pembekalan mengenai musik liturgi.
Acara yang dikemas dalam bentuk sarasehan ini menghadirkan Romo Riston, OSC. Sebagai narasumbernya. Tentunya hadir pula Romo Christoper Gandhi, Pr. sebagai perwakilan pastor paroki, sekaligus juga moderator bagi acara yang memperluas wawasan ini.
Dalam kancah liturgi, Romo Riston bukan tokoh yang asing, khususnya di Keuskupan Bandung. Beliau baru saja menyelesaikan karyanya di Komisi Liturgi Keuskupan Bandung. Beliau juga termasuk dalam jajaran tim ahli bidang Liturgi di Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Sore itu Romo yang murah senyum ini membagikan ilmunya, tentang apakah sebenarnya musik liturgis itu? Menurut Romo Riston, pengelompokan lagu religius secara umum bisa dikelompokkan dalam dua kelompok, yakni; (1) Musik rohani/religius, (2) Musik Suci atau disebut juga Musik Liturgis. Apa yang membedakannya?
Kita harus memahami dulu makna dari ‘liturgi’. Perayaan yang liturgis memiliki dua tujuan pokok, yakni: Memuliakan Allah, dan Menguduskan Umat Beriman. Dengan memenuhi dua unsur tersebut, maka sebuah lagu dapat dikategorikan memiliki bobot liturgis dan digunakan dalam misa kudus sesuai peruntukannya.
Sementara itu, tidak semua lagu yang “enak di telinga” dapat kita gunakan dalam Misa Kudus. Fokus utama dari Perayaan Ekaristi adalah kemuliaan Allah dan menguduskan manusia. Dengan kata lain, menghadirkan ‘suasana/nuansa surgawi (itulah mengapa hingga kini Gereja Katolik Roma masih setia merawat tradisi musik Latin Gregorian).
Dengan berseloroh, Romo RIston menambahkan bahwa lagu yang memiliki konotasi pop non religius sebaiknya tidak lagi dipakai di dalam misa. Lagu rohani yang tidak mengandung bobot liturgis dapat dikategorikan dalam musik religius.
Romo Riston juga menekankan pentingnya keterlibatan umat dalam Liturgi. Misa Kudus adalah perayaan bersama, oleh karenanya, jangan sampai umat merasa dikucilkan karena lagunya terlalu “ribet” untuk dinyanyikan bersama umat. Di sini diperlukan kerendahan hati (para) penyanyi untuk melibatkan umat, namun juga diperlukan kesediaan hati umat untuk mempelajari lagu-lagu liturgis yang bukan “sekedar enak di telinga.”
Acara yang berlangsung dari pukul 18.00 hingga 21.00 ini menghadirkan diskusi seru narasumber dan umat yang hadir. Semoga pengetahuan mengenai musik liturgi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.