- Judul, “Masih adakah Keluarga” dalam karangan pendek ini, mengajak kita umat kristiani menelusuri, mengamati, dan memahami keluarga kita masing-masing, keluarga-keluarga kristiani maupun keluarga-keluarga non kristiani. Ada apa dalam keluarga-keluarga? Ada persoalan apa? Ada kesalahan apa? Ada ancaman virus apa dalam kehidupan keluarga-keluarga? Atau apa yang tidak benar dan tidak beres dalam kehidupan keluarga-keluarga (kristiani) yang mengancam kehidupannya, keutuhannya, kebahagiaannya, dan kelestariannya?
- Memang harus kita akui bahwa kehadiran keluarga-keluarga, keadaan atau situasinya sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Apa sebabnya? Apa alasannya? Kenyataan yang mengancam dan hendak menghancurkan keluarga-keluarga itu ialah: kekuatan-kekuatan yang datang dari luar atau bahaya dari luar. Di antaranya adalah: kenikmatan materialisme, konsumerisme, narkotik dan digitalisme, serta provokatisme. Sedang ancaman dan bahaya dari dalam, yaitu: kesibukan yang menimpa hampir semua keluarga. Bapak: sibuk; Ibu: sibuk: anak-anak: sibuk. Mereka tidak ada perhatian dan peduli satu sama lain. Mereka berjalan sendiri, dengan urusannya sendiri. Kekuatan dan kuasa kasih sudah tidak bekerja dengan normal lagi. Kuasa kasih tidak meraja dalam hati tiap anggota keluarga. Ini berarti keluarga sudah tiada. Yang ada hanya kumpulan orang-orang bagaikan barang, bukan persona/ pribadi.
- Prinsip: keluarga tak pernah tidak ada kecuali kasih telah tiada. Maka Max Regus, Pr berkata dalam bukunya, “Mencium luka-Mu dalam kebisingan”: Kembali ke keluarga, demikian ajakan dan kerinduan banyak orang ketika menghadapi kehancuran dan kemunduran perilaku hidup pada zaman ini. Banyak orang percaya bahwa keluarga dapat menjadi bagian dari penyembuhan kehidupan yang sedang berjalan menuju jurang kehancuran. Keluarga menjadi tumpuan akan terjadinya perbaikan hidup dalam semangat kasih, cinta, dan damai sejati. Stok kasih selalu tersedia, tak habis ditimba dalam keluarga sebagai BAIT ALLAH. (RD. Y. B. Sahid)