Liturgi Ekaristi menjadi bagian terpenting dalam Misa. Bersama Liturgi Sabda (sebelumnya), keduanya membangun satu kesatuan tak terpisahkan. Bukan Misa namanya kalau tanpa dua unsur utama ini. Ekaristi berasal dari bhs. Yunani eukharistia yang artinya ucapan syukur (Kamus Liturgi; Ernest Mariyanto, Kanisius, 2004).
Liturgi Ekaristi lahir dari tindakan Yesus sendiri (Ritus Yesus) saat Perjamuan Malam Terakhir yang disebut sebagai traditio mysterorum (tradisi misteri), dimana Yesus: [1] mengambil roti, [2] mengucap syukur, dan [3] memecahkan/membagi roti. Tiga tindakan beruntun tersebut menjadi kerangka atau pilar bagi Liturgi Ekaristi.
Tiga pilar ini membentuk susunan dalam ritus Liturgi Ekaristi dalam Tata Perayaan Ekaristi (TPE) yaitu: (1) Persiapan Persembahan– tindakan Yesus mengambil roti; (2) Doa Syukur Agung– tindakan Yesus mengucap syukur; dan (3) Komuni– Tindakan Yesus memecah/membagi roti. Jadi apa yang dilakukan oleh Imam dalam Perayaan Ekaristi selaku pribadi Kristus dan wakil umat (in persona Christi et ecclesiae) adalah apa yang dilakukan Yesus sendiri sebagai Kepala, bersama Gereja sebagai Tubuh-Nya… Mari kita perdalam satu-persatu.
Ritus Persiapan Persembahan
Persiapan Persembahan dibagi menjadi tiga unsur ritual: (1) Perarakan Persembahan; (2) Doa Pribadi Imam/Pengunjukan Persembahan; (3) Doa Persiapan Persembahan. Lalu bagaimana dengan kolekte? Kolekte masuk di dalam Perarakan Persembahan yang merupakan persembahan diri umatyang diantar bersama dengan bahan persembahan.
Persembahan yang dimaksud adalah roti (hosti) dan anggur yang melambangkan pengurbanan diri Yesus sendiri berupa Tubuh-Nya dan Darah-Nya. Ia telah memberikan Diri-Nya secara total. Persembahan ini diarak (diantar) menuju altar. Siapa yang membawanya? Dianjurkan agar umatlah yang mengantar persembahan ini sebagai bentuk keterlibatan aktif umat dalam kurban Kristus di altar.
Sebagai petugas yang mengantar persembahan, umat diharapkan memakai busana yang sepantasnya dan rapih, apalagi mengingat yang dibawa adalah lambang dari Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Malah di beberapa gereja, ada yang memakai busana tradisional setempat sebagai kesalehan umat untuk menunjukkan budaya lokal dan juga sebagai usaha inkulturasi budaya dalam Liturgi Gereja.
Dalam perayaan hari-hari raya contohnya Perayaan Paskah, boleh ditambahkan bahan persembahan lainnya seperti bunga atau buah-buahan. Namun patut diingat, bahan-bahan di luar roti dan anggur, itu hanyalah merupakan unsur ‘kemeriahan’ tambahan – tidak boleh diletakkan di atas altar, tapi pilihlah tempat lain yang layak. Bahan-bahan tambahan itu haruslah merupakan persembahan yang jujur dan tulus – tidak diminta lagi seusai Misa. (bersambung – Andy/DPP St. Martinus; Sumber: C.H. Suryanugraha, OSC; Belajar Misa, Memetik Makna; Kanisius, Yogyakarta, 2014& Lakukanlah Ini – Sekitar Misa Kita; SangKris, Bandung, 2003)