Fred Kruse:
Pada suatu waktu di antara masa remaja yang penuh semangat dan tahun-tahun emas dalam kehidupan seorang perempuan, ada satu pribadi yang mengagumkan dan penuh kasih yang disebut sebagai,”ibu”.
Ibu adalah campuran yang aneh dari kesabaran, keramahan, pengertian, disiplin, kerajinan, kemurnian, dan kasih. Ibu pada saat yang sama dapat menjadi “penasehat cinta” bagi anak perempuannya yang sedang patah hati dan “pelatih sepakbola” bagi anak laki-lakinya yang senang atletik.
Ibu dapat menjadi setitik terkecil pada bahan pakaian untuk gaun pesta dansa dan ia sama hebatnya dalam hal susup-menyusup di tengah lalu lintas yang padat dengan mobil keluarga. Ibu adalah satu-satunya makhluk di bumi yang dapat menangis ketika ia bahagia, tertawa saat hatinya hancur, dan bekerja ketika dia sedang sakit.
Ibu adalah selembut anak domba dan sekuat raksasa. Hanya ibu yang bisa terlihat begitu lemah tak berdaya, tetapi pada waktu yang sama mampu menutup toples begitu rapat sampaisampai ayah pun tidak mampu membukanya. Ibu adalah sebuah gambaran ketidakberdayaan, ketika ayah ada di dekatnya, sekaligus seorang pakar yang hebat, ketika ia sendirian.
Ibu mempunyai suara seindah anggota paduan suara ketika ia menyanyikan lagu “Nina Bobo” untuk bayi dalam buaiannya. Namun ia juga bisa bersuara mengelegar melebihi pengeras suara, ketika berteriak memanggil anak laki-lakinya untuk makan malam.
Ibu mempunyai kemampuan untuk berada hampir di mana saja pada waktu yang sama dan sanggup menjalani kehidupan yang super sibuk sebagai kehidupannya sehari-hari. Ibu adalah si “ketinggalan zaman” bagi anak remajanya, “mami” bagi anaknya yang masih duduk di kelas 3 SD, dan “mama” bagi anaknya yang masih balita.
Meskipun begitu, tidak ada sukacita yang lebih besar dalam kehidupan daripada menunjuk Sang Perempuan hebat itu dan berkata kepada seluruh dunia, “Itu dia ibuku?” (dari, “Illustrations and quotes“, page64 – 65)
Paul Harvey:
Seorang ayah adalah makhluk yang dipaksa melakukan persalinan tanpa obat bius. Seorang yang menggeram ketika ia merasa baik, dan tertawa saat ketakutan setengah mati. Seorang ayah tidak pernah merasa layak dipuja-puja oleh anaknya. Ia tidak merasa dirinya seorang pahlawan seperti anggapan putrinya. Ia tidak menganggap dirinya laki-laki sejati sebagaimana diyakini putranya. Semuanya itu membuatnya gundah – kadangkala. Jadi, ia bekerja keras demi memuluskan jalan kasar yang harus dilalui mereka-mereka yang mengikuti dia.
Seorang ayah begitu marah, ketika nilai-nilai pelajaran tidak sebagus yang diharapkannya. Jadi memarahi putranya, meskipun ia tahu itu adalah kesalahan Sang Guru. Seorang ayah menyerahkan putrinya kepada pria lain yang tidak cukup baik, supaya ia bisa memiliki cucu yang lebih pandai dari siapapun.
Seorang ayah bertaruh dengan perusahaan asuransi: siapa di antara mereka yang hidup lebih lama. Pada suatu hari ia kalah taruhan dan yang paling baik ialah uang yang diterima orang yang ditinggalkannya. (dari, “Illustrations and quotes”, page270 – 271)
Janganlah para orang tua lupa bahwa anak-anak adalah milik Tuhan, dan bahwa di dalam jiwa mereka tertera gambar Yesus Kristus. Berhati-hatilah kalau menyentuh mereka! (Bandung, 20 November 2017 – J. Sahid Pr.)