Saat menunggu travel menuju Jakarta, nampak seorang pemuda petugas kebersihan dengan seragam biru yang rapi. Sepatunya mengkilap, sarung tangan karet, bahkan rambut pun tersisir rapi. Ia sangat rajin menyapu lantai dan sesekali mengelap gagang pintu masuk menuju ruangan kantor pemesanan travel itu. Orang lalu lalang berganti tidak ada yang peduli. Bahkan ada beberapa anak muda duduk di luar ruangan membuang abu rokok sembarangan tanpa peduli.
Dengan gesit pemuda petugas kebersihan alihdaya (outsourcing) dari salah satu perusahaan itu menyapu dan mengepel lantai itu. Alhasil lantai bersih kembali! Hampir satu jam menunggu di sana tidak ada satu orang pun yang mengucapkan terima kasih kepada pemuda itu. Hati saya tergerak untuk menyapanya. Pemuda itu, sambil menyapu lantai, mulai menjawab beberapa pertanyaan saya. Menurutnya, pekerjaan ini dirasa cukup baik untuk dirinya yang hanya lulusan SMA. Menutup perbincangan sore itu – karena panggilan travel yang siap meluncur – saya rogoh uang secukupnya dari kantong celana saya untuk mengucapkan terima kasih atas besarnya komitmen kerja dan keramahan pemuda itu.
Blue; White; Pink Collar
Manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak lepas dari bekerja, baik itu dari pekerjaan sektor formal dan informal. Bahkan ada yang melihat pekerjaan sebagai sebuah status tertentu. Ada banyak kategori pekerjaan yang dikenal secara umum:
- Blue Collar (“kerah biru”) untuk mereka yang bekerja dengan penuh keahlian/skill dalam pekerjaan tangan mereka. Biasanya mereka lahir dari pendidikan vokasional yang praktis dan tersertifikasi. Ijasah dan sekolah pendidikan formal bukan hal yang terpenting. Contoh: tukang bangunan, tukang listrik, tukang pipa, tukang kayu, dll.
- White Collar (“kerah putih”) untuk mereka yang bekerja di kantoran dalam suatu profesionalitas, manajerial, dan administratif di bidang tertentu. Umumnya pendidikan formal dan juga gelar pendidikan itu sangat penting demi mendukung keahlian dan spesialisasi pekerjaan seseorang. Mereka umumnya bekerja sebagai; bankir, akuntan, pengacara, insinyur, arsitek, manajer perusahan, dll.
- Salah satu tambahan di zaman millenial ini adalah Pink Collar (“kerah pink”) mereka yang bekerja di bidang non formal dan juga dengan skill secukupnya seperti; penerima telpon sekretariat, dan juga tenaga admin. Selain itu juga mereka yang bekerja di bidang non formal hiburan (entertainment).
Co-creator: Rekan Sekerja Allah
Santo Yohanes Paulus II juga melihat makna mulia dari seorang pekerja, apa pun statusnya. Entah mereka itu boss, manajer, pegawai, kuli, bahkan pembantu sekalipun. Dalam Ajaran Sosial Gereja tentang makna kerja pada tahun 1981 (Laborem Exercens), Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa manusia bukanlah robot atau mesin melainkan turut bekerja seperti cara Allah bekerja. Bahkan menjadi rekan sekerja dalam proses penciptaan dunia yang terus berlangsung hingga saat ini.
Manusia bekerja juga ternyata tidak sekedar memenuhi kebutuhankebutuhan untuk mempertahankan hidupnya/survival (Homo Faber). Manusia dipanggil juga untuk memaknai pekerjaannya sebagai usaha untuk mempersembahkan diri demi kebaikan dunia, dan juga untuk menjawab panggilan Allah sebagai rekan sekerja Allah (Co-creator) dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih manusiawi bahkan Ilahi. Maka hargailah manusia, siapapun dia, sebagai Citra Allah yang turut ambil bagian dalam rekan sekerja Allah, apa pun status pekerjaannya. Entah dia pekerja kasar, kuli, penjaga toilet, petugas kebersihan, pegawai keamanan (security), semua dipanggil untuk menjadi rekan kerja Allah. Mowil