Pesan Bagi Bapak Ibu
Sebuah kisah nyata yang terjadi di sebuah keluarga, menjadi sebuah pesan yang sangat berharga, bahkan sangat mendalam dan perlu mendapat perhatian serius bagi para bapak-ibu, orang tua, di mana pun, kapan pun. Berikut ini kisahnya:
Seorang ibu yang marah: Doanya dikabulkan Allah 25 tahun kemudian: Aku sedang membersihkan rumah. Tiba-tiba anak lelakiku yang masih kecil berlari ke arahku dan tersenggollah sebuah pot bunga yang terbuat dari kaca. Pot itu pecah berantakan. Aku benar-benar marah, karena pot itu memang benar-benar mahal harganya. Tanpa aku sadari, aku telah melontarkan kata-kata, “Matilah kamu! Semoga kamu ditimpa dinding bangunan dan tulang-belulangmu hancur!”
Tahun demi tahun berlalu. Anak lelakiku tambah besar. Aku sudah lupa dengan ucapanku. Dan aku pun tidak menganggap penting. Anak lelakiku dan adik-adiknya yang lain tumbuh menjadi besar. Dia anak sulung yang aku sayangi, juga adik-adiknya. Dia anak rajin, sangat menghormati aku, sangat berbakti kepadaku dibanding adik-adiknya yang lain. Kini ia sudah jadi insinyur. Tak lama lagi akan menikah.
Ayahnya mempunyai gudang. Bangunannya sudah lama dan tua, dan itu mau direnovasi. Maka pergilah anak sulungku itu bersama ayahnya ke gudang itu. Para pekerja sudah siap untuk merobohkan satu dinding yang sudah tua dan usang. Sementara para pekerja sedang bekerja, anak sulungku pergi ke belakang bangunan tua itu tanpa diketahui siapapun. Dengan tak disangka-sangka dinding bangunan itu roboh dan menimpa anak sulungku itu. Terdengarlah suara berteriak dalam reruntuhan itu, hingga suaranya tidak terdengar lagi. Semua pekerja berhenti dan berlari ke arah reruntuhan itu. Mereka mengangkat dinding tembok yang menghimpit anak sulungku itu dengan susah payah.
Mereka segera memanggil ambulan untuk membawanya ke UGD Rumah Sakit. Ayahnya memanggilku seakan-akan Allah menghadirkan kembali kata-kataku, ucapanku padanya semasa ia masih kecil dulu. Aku menangis hingga pingsan. Setelah aku sadar, aku berada di Rumah Sakit. Aku minta untuk melihat anak sulungku. Ketika aku melihatnya, aku seakan mendengar suara yang berkata, “Ini ucapanmu kan? Ini doamu kan?
Sudah Aku kabulkan. Setelah sekian lama engkau ucapkan dan doakan itu, sekarang Aku mengabulkannya.”Ketika itu jantungku seakan berhenti berdetak. Aku tak tahu bahwa ucapan itu telah naik ke langit tinggi. Anak sulungku menghembuskan nafasnya terakhir. Aku berteriak dan sambil menangis, berkata, “Ya Allah, Tuhanku, selamatkanlah anakku! Jangan pergi anakku!”
Seandainya lidah/ucapan itu tak terlontar dari hati yang kesal 25 tahun yang lalu,… Andaikan…! Andaikan…! Tapi rahmat, “Andaikan” ini, tak berguna lagi sekarang ini. Sudah menjadi ‘bubur’.
Cerita ini dari kisah nyata! Pesanku bagi para ibu atau bapak, jangan sekali-kali terburu-buru mengucapkan/mendoakan keburukan/kesalahan anak-anakmu, ketika kamu sedang marah! Berlindunglah kepada Allah dari godaan iblis. Jika kamu ingin memukulnya, pukul sajalah. Tapi jangan kamu mendoakan/mengucapkan yang bukan-bukan, sehingga kalian akan menyesal, menyesal sepertiku itu ….!
Sungguh aku menulis ini dengan air mata yang turut mengalir. Wahai anak-anak….!!! Aku rela Rohku turut bersamamu…! Hingga aku boleh beristirahat dari kepedihan yang aku rasakan setelah kepergianmu! “… dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk.” (Yak. 3 : 10) Tulisan kudengar dari cerita seorang ibu… (Y.B. Sahid)