Papua yang Tertawa
Anda pernah dengar kata Mob? Mereka yang pernah berkunjung ke tanah Papua pasti tidak asing lagi dengan sebutan ini. Jika belum tahu, Mob adalahsemacam stand up comedy versi Papua. Mob merupakan sarana bercanda dan melepas lelah di kalangan orang Papua. Biasanya, Mob diceritakan secara bergantian pada saat nongkrong dengan teman maupun kerabat. Mob sendiri diangkat dari hampir semua tatanan kehidupan manusia. Mulai dari agama, seni, tradisi dan kebudayan, suku dan bahasa, sampai dengan ketuhanan. Persoalan sosial yang akut disajikan dalam suatu kritik sosial yang menggelitik.
Di kalangan orang Papua, Mob disingkat dari kepanjangan “Menipu Orang Banyak”. Jadi, segala hal yang diangkat dalam cerita Mob bukan bermaksud merendahkan apalagi menghina kalangan tertentu. Menipu orang banyak artinya bukan secara negatif untuk kejahatan akan tetapi, cerita yang diangkat bukanlah cerita sebenarnya tetapi hanya untuk candaan belaka yang mencairkan suasana dan demi keakraban.
Rupa-rupanya suasana “panas” miris tanah Papua dengan ketimpangan ekonomi dalam gejolak sosial yang berkecamuk di sana dapat diredam dengan gurauan ringan (joke) ala masyarakat Papua. Seperti Bangsa Israel dalam masa pembuangan yang juga menaruh harapan pada Allah dengan pujian dan puisi penuh harapan. Mereka menuangkan itu dalam karya-karya sastra. Sehingga bertumbuh menjadi suatu harapan bersama.
Tidak ada Anak Tiri!
Dulu ada sebutan demikian: “Papua dan Indonesia Timur adalah Anak Tiri dari Ibu Pertiwi!” Kiasan anak tiri ini merupakan suatu bentuk kritik sosial atas perlakuan tidak adilnya negeri ini kepada masyarakat Indonesia di kepulauan-kepulauan timur Indonesia termasuk di Papua. Ketimpangan pembangunan antar wilayah, khususnya wilayah timur Indonesia dan daerah perbatasan atau terluar Indonesia masih menjadi tantangan tersendiri.
Tingginya disparitas harga di wilayah barat dan timur Indonesia dan ketimpangan persentase nilai produk domestik regional bruto (PDRB) secara nasional, khususnya di kawasan barat Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali), dengan kawasan timur Indonesia (Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua) menjadi tantangan tersendiri yang perlu diatasi.
Pemerataan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, menjadi isu strategis sebagai mainstreampembangunan ekonomi bangsa Indonesia ke depan. Strategi kebijakan pembangunan yang berpihak kepada pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan akan terus dipacu, guna lebih meningkatkan daya saing menuju kemakmuran yang berkeadilan. Kemakmuran yang berkeadilan sejatinya merupakan jawaban terhadap berbagai masalah ketimpangan yang masih menjadi tantangan besar bangsa Indonesia ke depan. Ketimpangan yang terjadi antara lain dapat dicermati dari angka kemiskinan, tingkat pengangguran, dan pemerataan pembangunan infrastruktur, khususnya konektivitas antar wilayah.
Pemerataan pembangunan merupakan jawaban terhadap masalah ketimpangan, yang salah satu strateginya dapat dilakukan dengan menjamin ketersediaan infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan antarwilayah, sehingga mendorong investasi baru, lapangan kerja baru, meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai dampak dari bergeraknya ekonomi lokal.
Kajian teori ekonomi pembangunan menjelaskan bahwa untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Infrastruktur juga merupakan segala sesuatu penunjang utama terselenggaranya suatu proses pembangunan suatu daerah.
Papua Tersenyum Bahagia
Kini dengan pembangunan yang semakin merata dan signifikan, masyarakat Papua dapat tersenyum bahagia. Bukan karena joke atau MOB yang menjadi pelipur lara yang memberi harapan semu tetapi karena mereka sendiri merasakan pembangunan infrastruktur yang memadai dalam pembangunan trans Papua dan juga harga bensin yang sama dengan di Pulau Jawa. Berkat perhatian Presiden Jokowi dan pemerintah, kini masyarakat Papua lebih tersenyum bahagia. Aeh… Mari kita orang tersenyum bersama Mace dan Pace (ibu dan bapak)… Mowil.