Nama Saya Romo Wahyu, lengkapnya FX. Wahyu Tri Wibowo. Saya anak ke-3 dari 5 bersaudara, 4 laki-laki dan 1 perempuan. Saya lahir dari keluarga sederhana di klaten, pada tanggal 7 Mei 1978. Ayah saya, Paulus Suratmin, sudah dipanggil Tuhan 10 tahun yang lalu; dan ibu saya Ch. Nursih. Sejak kecil kami sekeluarga dididik secara Katolik. Walaupun keluarga besar orang tua tidak ada yang Katolik, yang Katolik hanya keluarga saya. Tk sampai SD saya sekolah di sekolahan Katolik. Inilah yang menjadi titik pijak bagi panggilan saya menjadi seorang imam.
Keinginan menjadi imam mulai muncul ketika saya menjadi anggota misdinar. Aktif dan terlibat dalam misdinar membuat saya dekat dengan gereja dan para romo. Figur romo yang sederhana dan dekat dengan siapapun, anak-anak, anak muda, dan orang tua menjadi daya tarik yang kuat bagi saya untuk menjadi imam. Tekad dan semangat itulah yang meneguhkan langkah saya untuk masuk seminari dan membuka hati akan panggilan Tuhan menjadi pelayan-Nya.
Tanggal 8 Desember 2008 saya ditahbiskan menjadi imam di Paroki Paulus Mohamad Toha, bersama dua teman saya, Rm. Darwanto yang sekarang bertugas di Paroki Melania dan Ketua Caritas, dan Rm. Herry, sekarang sedang melanjutkan belajarnya di Roma. Rahmat tahbisan yang diberikan oleh Gereja melalui Mgr. Pujasumarta menjadi rahmat yang luar biasa bagi saya untuk menyediakan diri menjadi pelayan-Nya. Semangat Maria, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”, menjadi semangat bagi kami bertiga untuk melangkah melayani Tuhan di dalam Gereja-Nya.
Paroki Paulus Mohammad Toha menjadi tugas pertama saya sebagai seorang imam. Saya belajar menjadi romo yang rendah hati dan selalu siap sedia melayani. Pada tahun 2011 – 2014 saya mendapat tugas perutusan di Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan, Keuskupan Tanjung Selor Kalimantan Timur. Selama 3 tahun melayani di pedalaman alas Kalimantan menjadi pengalaman yang luar biasa, dengan medan yang menantang dan umat pedalaman dengan segala keterbatasan menjadi tempat yang menempa saya untuk bersemangat dalam melayani. Saya bersyukur mendapat pengalaman iman yang mendalam di tengah-tengah umat masyarakat Dayak.
Pada tahun 2014, saya mendapat tugas perutusan di Paroki St. Maria Garut. Banyak pengalaman pastoral yang meneguhkan saya. Perjumpaan umat menjadi saat-saat yang meneguhkan dalam tugas pelayanan pastoral. Kesadaran umat akan pelayanan yang semakin bertumbuh menjadikan kehidupan gereja makin hidup. Semangat berbagi dan melayani dengan sukacita menjadi roh yang menyatukan dalam persaudaraan.
Tugas barupun sekarang diberikan kepada saya, yaitu di Paroki Martinus dan Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Bandung. Tugas yang tidak mudah karena harus menjalankan 2 tanggung jawab pelayanan Gereja Keuskupan Bandung. Namun, saya percaya akan kekuatan Allah yang selalu menyertai langkah hidup saya. Dan saya percaya akan paguyuban iman umat di Paroki Martinus yang tumbuh berkembang, berbuah segar dalam pelayanan dan persaudaraan. Saya pun berharap, kita bisa berjalan bersama dalam seluruh dinamika pelayanan Gereja Paroki Martinus. Kita saling meneguhkan dan menguatkan dalam pelayanan. Semangat pelayanan berbagi, solider, dan penuh sukacita menjadi semangat kita bersama dalam pelayanan. Tuhan memberkati. St. Martinus menyertai!!!!!! /Mo’Wah
