Mendengar kata Papua, apa yang terlintas di benak Anda? Freeport? Cendrawasih? Koteka? Kata Papua memiliki banyak arti. Salah satunya dalam Bahasa Tidore. Dulu… Papua adalah wilayah kekuasaan Kerajaan Tidore.

Kata Papua terdiri dari dua kata yaitu PAPA dan UA. Papa artinya Bapak dan ua artinya tidak. Jadi Papua artinya tidak memiliki Bapak. Ketika itu, Sultan Tidore melihat bahwa tanah Papua tidak memiliki pemimpin. Orang Papua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Oleh karena itu beliau memberi nama pulau ini, Papua, dan memberikan mereka seorang pemimpin.

Dalam bahasa Papua, Papua berarti hitam dan keriting. Itu adalah ciri khas orang Papua. Ingatlah lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi kondang asal Papua, Edo Kondologit, “Hitam Kulitku Keriting Rambutku Aku Papua.” Itulah

identitas orang Papua. Sepenggal lirik lagu yang lain, bisa menggambarkan rintihan hati rakyat Papua. “Kami tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya. Kami hanya menjual buah-buah pinang.” Walau mereka hidup di bagian bumi yang kaya tiada tara, tapi terpuruk dalam nestapa kemiskinan dan keterbelakangan.

Ekspedisi tiga orang Eropa (1936), pimpinan DR Anton H Colijn bersama Jean-Jacques dan Frits J Wissel ke Gunung Gletser, Jayawijaya dan menemukan Ertsberg, seolah menjadi pembuka kotak pandora gunung emas di tanah Papua. Sedangkan ekspedisi Freeport yang dikomandoi Forbes Wilson dan Del Flint, untuk menjelajahi Ertsberg (1960), menguatkan hasrat membangun proyek tambang di tanah yang diyakini orang Papua, sebagai tempat bersemayam moyang mereka.

Ertsberg, begitulah orang Belanda menyebut gunung ore (bijih). Bagi orang Papua, Ertsberg merupakan tanah warisan yang harus dijaga dan dipertahankan, agar terhindar dari malapetaka. Namun nasib berkata lain. Sejak tahun 1967, perusahaan tambang PT Freeport Indonesia, menguasai Ertsberg 2 dalam radius 10 km melalui kontrak karya eksklusif kontraktor tambang selama 30 tahun dan kemudian diperpanjang hingga 2041. “Inilah awal malapetaka bagi orang Papua, membiarkan warisan kekayaan mereka disedot, sementara mereka hanya menonton dan pakai koteka,” ujar sumber matanews.

Tahun 1970, operasi tambang berskala penuh pun dimulai. Pengapalan ekspor pertama konsentrat tembaga berlangsung 1972. Diperkirakan, sejak beroperasi hingga 2010 Freeport sudah menyedot 7,3 juta ton tembaga dan sekitar 725 juta ton emas, tanpa kontrol yang jelas sejak rejim Orde Baru. Mereka juga dinilai tidak terbuka dan tidak jujur dalam pelaporan besaran dan jenis tambang yang dieksploitasi dari Ertsberg. Bahkan audit lingkungan dan sosial yang dilakukan, dianggap hanya sebagai bentuk legitimasi atau pembenaran terhadap eksploitasi kekayaan tambang tanpa batas.

Diperkirakan kandungan emas, tembaga, serta uranium yang dikeruk dari Ertsberg dan Grasberg yang ditemukan pada tahun 1988, bisa mencapai nominal 8000 triliun Rupiah setiap tahunnya. “Bandingkan dengan jumlah APBN Indonesia setiap tahun, hanya sekitar 1200 triliun Rupiah. Sementara royalti Freeport, secara resmi hanya sekitar 1 persen per tahun,” tutur sumber matanews.

Syukurlah, pemerintahan Jokowi lewat Menteri ESDM, Ignasius Jonan, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah mengumumkan kesepakatan baru terkait hasil negosiasi dengan PT Freeport Indonesia, yang diwakili langsung oleh CEO Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, Richard Adkerson. Selain itu pemerintah mengalokasikan dana tidak sedikit untuk pembangunan infrastruktur di Papua. Untuk pembangunan Jalan Trans Papua, anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 2,15 triliun. Untuk Bandara Domine Eduard Osok (DEO) di Sorong, Papua Barat, digunakan anggaran sekitar Rp 236 miliar, bersumber dari APBN (detikFinance); Bandara Nop Goliat Dekai di Yahukimo: Rp 231 miliar; Bandara Wamena Rp 200 miliar, dan Bandara Utarom Rp 75,5 miliar.

Guna mendukung ketahanan air dan pangan, pemerintah Jokowi juga membangun Bendung Wariori di Kabupaten Manokwari, dilengkapi saluran irigasi primer sepanjang 1 km. Namun beliau tidak menampik bahwa pemerintahannya belum maksimal dalam memperjuangkan Papua yang bebas dari pelanggaran HAM. Itu terjadi karena pemerintah tengah fokus menggarap infrastruktur di Papua yang masih sangat tertinggal dari wilayah lainnya. Setelah infrastruktur beres, beliau berjanji akan memperjuangkan agar tak ada lagi pelanggaran HAM yang dialami warga Papua.

Semoga pemerintah semakin mewujudkan langkah-langkah baik dan konkret untuk membangun masyarakat Papua, agar mereka merasakan memiliki Bapak dan makin bisa merasakan hak-haknya sebagai Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini. (Paulus W. Prananta/ St. Laurensia)

Baptisan:
Baptisan balita diadakan per 2 minggu sekali, baptisan dewasa per 1 tahun sekali.

Formulir dapat diunduh melalui tautan berikut:


Pernikahan:

Sakramen pernikahan dapat diadakan pada hari Sabtu atau Minggu. Hubungi sekretariat di tautan berikut untuk informasi lebih lanjut.

Perminyakan:
Sakramen perminyakan sesuai dengan janji. Hubungi sekretariat di tautan berikut untuk informasi lebih lanjut.

Data Wilayah

Baru pindah rumah dan tidak tahu masuk ke wilayah mana dan harus menghubungi siapa?

Jangan panik! Mang Umar ada solusinya! Silahkan kamu cek link ini untuk mencari data wilayah di paroki St. Martinus

Jadwal Pelayanan Sekretariat

Senin, Rabu, Kamis, Jumat: 07.30 – 12.00 & 16.40 – 19.00
Selasa, Sabtu: 07.30 – 12.00
Hari Minggu dan hari libur tutup

Alamat Sekretariat
Komplek Kopo Permai Blok H No. 4
Telp. 022-540-4263
Whatsapp +62 822-6055-3066

Jadwal Misa

Misa Harian
Senin – Sabtu di gereja pukul 06.00. Misa di Pastoran sementara waktu ditiadakan.

Minggu:
• 06.00
• 08.00
• 10.00

Sabtu:
• 18.00

COPYRIGHT © 2015 BERGEMA BY TIM KOMSOS ST. MARTINUS.