“Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Kita sering mengalami banyak pelayanan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: pelayan di toko, di bank, di kampus, di kantor pemerintahan dan sebagainya. Setiap pegawai yang berada di posisi depan (front office) selalu menyapa dengan kalimat, “apa yang bisa saya bantu”, “terima kasih”, “mohon maaf sebelumnya bila…” dan sebagainya. Atau sebaliknya, permohonan maaf apabila melakukan kesalahan dan kadangkala disertai dengan janji dan konsekuensi yang menyenangkan konsumen. Semua ini menunjukkan bahwa pelayanan penting. Dengan semakin membaiknya pelayanan, maka pelanggan akan setia berbelanja, perusahaan semakin meningkat keuntungannya, kepercayaan meningkat, kepuasan konsumen juga terasa, dan sebagainya.
Dalam Matius 20 : 28, Yesus menyatakan bahwa Dirinya datang sebagai pelayan. Pelayanan Yesus dilakukan dengan memberikan hidup-Nya bagi manusia. Pelayanan Tuhan Yesus dengan memberikan nyawa-Nya (mati) di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia. Yesus melakukan pelayanan untuk memenuhi dan mewujudkan kasih Tuhan kepada manusia.
Dengan kata lain, pelayanan Yesus tidak ditujukan untuk kepentingan Yesus secara manusiawi. Kristus adalah teladan utama bagi pelayanan orang-orang beriman. Pelayanan Tuhan Yesus adalah pelayanan tertinggi dan termulia yang tidak ada bandingnya. Namun demikian, pelayanan Yesus sepanjang hidup-Nya tidaklah berjalan mulus, tanpa rintangan, dan hambatan. Kisah pelayanan Yesus sebagaimana terdapat dalam Kitab Injil ternyata banyak mengalami tantangan, hambatan, dukacita, dan pengorbanan.
Sikap hidup melayani adalah sikap hidup yang peduli kepada orang lain. Peduli kepada sesama manusia yang membutuhkan. Kepedulian tersebut dilakukan dengan menganggap setiap orang yang datang kepada kita adalah orang-orang istimewa dan kita menerima dengan penuh sukacita. Kepedulian juga dilakukan dengan mengunjungi/mendatangi mereka untuk memberikan kabar sukacita, menguatkan psikis, memberi bantuan materiil, dan membantu kelancaran keinginan mereka yang baik dan benar.
Sikap melayani adalah pelayanan yang tahan uji. Melayani dengan tahan uji adalah tetap melayani dengan tulus ikhlas dan sukacita dalam situasi dan kondisi apa pun. Pelayan mampu mengalahkan segala godaan, tantangan, dan hambatan.
Sikap melayani yang tahan uji, pertama adalah mampu mengalahkan perasaan bahwa pekerjaan melayani adalah pekerjaan yang tidak terhormat, pekerjaan rendahan yang identik dengan pembantu. Dengan kata lain, pelayan harus mampu mengalahkan godaan untuk menjadi tuan, menjadi orang yang dilayani.
Kedua adalah saling meneguhkan dan menguatkan, berkata-kata dan bertindak yang baik, berbelas kasih, memotivasi dan menyemangati, tidak menyakiti dan saling menjatuhkan. Ketiga adalah tetap semangat, sabar, dan penuh suka cita menjalankan pelayanan meskipun orang yang dilayani pernah mengecewakan, judes, malas, seenaknya sendiri, pemarah, dan sebagainya.
Mari kita saling melayani dan menjadi pelayan yang penuh sukacita. Berbagi berkat kepada sesama dan saling mendukung satu dengan yang lain. Kita jadikan Paroki St. Martinus sebagai rumah doa dan rumah perjumpaan yang nyaman, damai, di mana setiap orang dapat merasakan suka cita… iso ngguyu bareng hahaha… (bisa tertawa bersama… jangan tertawa sendiri lho… hehehe…) dan sungguh berjumpa dengan Yesus. Berkah Dalem – MoWah!