Kawula muda tentu pernah merasakan suka duka dalam menerima pengalaman cintanya. Terlebih ketika dihadapkan dengan masa–masa sekolah yang erat dengan kisah pertemanan dengan lawan jenis. Perasaan suka, sayang, maupun cinta sering dibedakan satu dengan yang lain. Lalu, bagaimana dengan perasaan kita kepada Yesus? Akankah kita menyukai-Nya? Menyayangi-Nya? Atau menCINTA-Nya?
Yesus selalu memberikan yang terbaik bagi kehidupan kita. Segala sesuatu yang telah, sedang, maupun akan kita alami adalah bagian dari rancangan-Nya. Dia tidak akan pernah sekalipun meninggalkan kita, anak–anak yang dikasihi-Nya. Dari sinilah telah ditegaskan bahwa Yesus menghembuskan KASIH-Nya kepada kita. Kasih itu hidup. Kasih itu kehidupan. Kasih itu yang terus diberikan Allah Bapa untuk kita semua. Bagaimana caranya kita merasakan itu?
Kasih tercurahkan melalui setiap peristiwa yang hadir dalam kehidupan kita serta setiap orang yang kita jumpai dalam perjalanan hidup ini. Selanjutnya, bagaimana cara kita membalas kasih Allah? Sebetulnya, sama saja seperti yang sering diungkapkan oleh kawula muda mengenai cinta. Cinta itu tidak butuh alasan. Mengapa demikian? Karena cinta itu tumbuh alami dan didasari ketulusan. Hal ini juga yang harusnya kita sadari dalam mencintai Yesus. Dalam kesulitan, Yesus yang mendampingi. Dalam kegelapan, terang-Nya pula yang menuntun kita. Dalam kebimbangan, Dia membantu kita dalam memutuskan. Dalam kesedihan dan kehilangan, Dia juga yang membalut luka dan menemani kita. Lalu mengapa Yesus melakukan itu kepada kita yang berdosa? Matahari tetap bersinar dan air tetap mengalir bagi orang baik dan orang jahat. Nafas kehidupan juga selalu diberikan bagi setiap orang tanpa terkecuali. Bahkan kita ini telah menjadi milik Yesus.
Kasih inilah yang merupakan cinta sejati. Tak ada batasan, tak ada alasan. Yesus tidak membedakan kasih yang disampaikan-Nya dari Allah untuk kita. Sudah semestinya kita menukar kasih yang sejati itu dengan cara mencintai Yesus dengan tulus. Percaya kepada-Nya, pada semua penyelenggaraan-Nya. Percaya bahwa Yesus benar-benar mencintai kita melalui semua yang kita alami dan rasakan. Melalui keluarga, teman-teman, bahkan melalui peristiwa pahit dalam kehidupan kita. Maka, mari terus mencintai Yesus dengan cara yang sama dengan Dia mencintai kita. (Patricia P. Suki W./OMK St. Martinus)