Alkisah di suatu tempat ada beberapa anak muda yang rajin ke gereja setiap minggunya. Mereka dengan setia mengikuti perayaan Ekaristi bersama umat. Pengamatan selama beberapa bulan menemukan hal-hal berikut. Pertama-tama, menjadi jelas bahwa mereka ini kurang terlibat dalam seluruh proses kegiatan, dan malahan cenderung sibuk dengan dunianya sendiri. Kedua, mereka tidak pernah menjadi dominan dalam kehadirannya di antara banyak umat. Ketiga, mereka cenderung duduk di belakang. Ada beberapa yang mematikan smart phone-nya, sementara yang lain bahkan dalam genggaman kecuali ketika berdiri. Tidak semua memang yang demikian, tetapi secara umum bisa dikatakan bahwa anak-anak ini sebatas hadir dalam Ekaristi dan kurang terlibat di dalamnya.
Sementara itu kenyataan lain menampakkan hal yang berbeda. Dalam perjalanan waktu dari pekan ke pekan para petugas liturgi seperti lektor dan pemazmur yang sudah mulai susah membaca karena faktor usia dan lupa kacamata atau yang bertugas seadanya tanpa persiapan karena tugas menggantikan. Demikianlah halnya berjalan dari waktu ke waktu tanpa ada perubahan atau usaha-usaha alternatif.
Ketika halnya mulai diangkat menjadi bahan pembicaraan dan evalusi, tanggapan yang muncul adalah sudah terbiasa dengan hal demikian dan diterima dengan senang hati. Akibatnya adalah menjadi sulit untuk dilakukan sesuatu, sampai akhirnya halnya sedikit dipaksakan. Anak muda yang senantiasa hadir dengan setia di gereja harus diberi kesempatan untuk bertugas menggantikan atau bergantian dengan para orang tua.
Maka halnya disampaikan kepada anak-anak muda itu dan ternyata mereka menyambut dengan terbuka. Bahkan sebenarnya mereka sudah lama ingin terlibat tetapi memang selama ini hanya diajak-ajak dan tidak diberi kesempatan untuk berlatih apalagi bertugas. Demikianlah akhirnya sampai juga kesempatan itu ketika anak-anak muda ini mulai berlatih dan bertugas untuk pertama dan kedua kalinya. Tentu saja dengan beberapa “kekacauan dan perkeliruan” wajar yang seringkali terjadi pada para pemula.
Dengan demikian terjadilah proses regenerasi dalam komunitas gereja itu dan semua orang bergembira karenanya. Anak-anak muda kita ini belajar membaca (-kan) untuk orang lain dengan benar dan tidak tergesa-gesa serta jelas. Dan yang lebih penting lagi mereka juga belajar berdiri di panggung dunia dengan nafas yang belum teratur karena masih “tegang”. Mereka belajar mengenali kemampuannya dan berusaha untuk tetap tegak berdiri di depan umum. Mereka belajar melampaui keraguannya sendiri dan berhasil mengatasinya. Mereka belajar menghidupi imannya dengan secara aktif merayakannya bersama teman-teman dan saudara-saudarinya.
Demikianlah kita semua mempunyai harapan yang sama bahwa anak-anak muda kita bisa belajar banyak tentang diri pribadi dan mengusahakan pertumbuhan dan perkembangannya melalui berbagai kegiatan yang mereka ikuti yang tersedia di dalam komunitas gereja. Harapan selanjutnya adalah bahwa setelah mereka belajar banyak di dalam…, mereka mempunyai bekal yang cukup untuk tampil di panggung dunia dengan segala kompleksitas tegangan dan persoalannya. (rmsis)