Hidup menggereja di tingkat paroki penuh dinamika (ups and downs, joys and sorrows) tersendiri. Hal itu sangat biasa, karena hidup menggereja adalah perkara relasi antar manusia dengan sifat dan watak berbeda-beda. Di tingkat paroki, pemimpinnya ialah pastor paroki. Mungkin ada yang berpikir bahwa gereja adalah gereja romo, karena romo-lah yang memimpin. Umat sering menyebut romo paroki, gembala (pastor, Latin). Walaupun begitu, baik paroki maupun gereja paroki, bukanlah gereja atau paroki romo. Akan tiba waktunya romo akan pindah ke tempat lain dan akan datang romo lain sebagai penggantinya. Begitu seterusnya.
Kalau begitu gereja milik siapa? Milik uskup? Walau uskup adalah pemimpin tertinggi gereja setempat (gereja lokal, gereja partikular), menurut saya gereja bukan gereja uskup. Lalu milik siapa? Milik Roma, sehingga bisa disebut Gereja Roma, di bawah Paus? Juga tidak. Umat Katolik biasanya bangga dengan gereja Roma dengan pemimpin tertinggi, Paus. Tetapi sekali lagi, gereja bukanlah milik Roma, walaupun semua orang menyebut Gereja Roma. Hubungan dalam urutan kata itu, bagi saya bukan tanda hubungan kepemilikan (relatio-possesiva). Sekali lagi tidak. Kalau begitu, gereja itu milik siapa? Saya teringat akan tiga hal. Pertama, akan kotbah Petrus yang berapi-api sesudah peristiwa Pentakosta di Yerusalem. Reaksi terhadap kotbah itu adalah banyak orang bertobat dan memberi diri dibaptis. Mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Raymond E.Brown, pakar Kitab Suci dari Amerika (imam Saint Sulpice) mengatakan bahwa bagi gereja Purba, dibaptis dalam nama Yesus berarti para neobaptis itu menjadi hamba (milik) Yesus Kristus. Bukan hamba atau milik orang yang membaptisnya.
Kedua, saya juga teringat akan perkataan Yesus kepada Petrus, setelah Petrus menyampaikan pengakuan imannya yang sangat penting dan mendasar tentang Yesus Mesias. Kita membaca perkataan Yesus dalam Latin: “Tu es Petrus, et super haec petram aedificabo ecclesiam meam. (Mat. 16:18)” Kata Yesus sendiri: ecclesiam meam, gereja-Ku.
Bukan gereja siapa-siapa. Melainkan gereja Dia, gereja-Nya. Ketiga, saya juga teringat akan dialog antara Yesus dan Petrus di akhir injil Yohanes. Sesudah martabat Petrus dipulihkan Yesus (karena ia menyangkal Yesus), Yesus berkata 3x kepada Petrus: gembalakanlah domba-domba-Ku (pasce oves meas). Sesudah penyampaian ketiga dilukiskan bahwa Petrus memandang kepada murid yang dikasihi Tuhan lalu bertanya kepada Yesus: apa yang akan terjadi dengan orang itu? Jawab Yesus, tentang orang itu, bukan urusanmu. Urusanmu ialah ikutlah Aku.
Jadi, setelah Petrus diberi tugas menggembalakan domba-domba-Ku, ia diberi kewajiban mutlak untuk mengikut Yesus. Petrus diberi tugas untuk menggembalakan domba-domba Tuhan, sambil mengikuti Tuhan, menuju kepada Tuhan sendiri. Petrus tidak boleh membawa dan mengikat domba-domba Tuhan itu pada dirinya sendiri. Petrus tidak boleh menyesatkannya juga.