Tanding ulang di Pemilihan Presiden 2019 tidak terelakkan lagi. Masyarakat Indonesia bakal kembali diajak memilih antara Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto dengan pendamping yang berbeda dibanding 4 tahun lalu. keputusan Jokowi memilih Ma’ruf Amin menjadi Cawapresnya (2019), dan Prabowo menggandeng kadernya sendiri, Sandiaga Uno, cukup mengejutkan banyak pihak. Wajah-wajah mereka, dalam waktu dekat akan terpampang di seluruh Indonesia. Kita semua, tentunya ingin mempunyai pasangan pemimpin yang paling ideal untuk dapat membawa kemajuan bagi negara ini.
“Seorang politisi memikirkan pemilu berikutnya; seorang negarawan memikirkan generasi selanjutnya” tutur James Freeman Clarke. Seringkali beragam informasi di berbagai level pemberitaan, baik itu di media utama maupun media sosial membuat kita bingung. Apakah pemimpin yang kita pilih adalah seorang politikus atau negarawan? Seorang pemimpin negarawan selalu memikirkan masa depan jangka panjang negaranya dan tidak pernah memikirkan kepentingan diri sendiri dan golongannya. Ia juga harus berintegritas, berkarakter kuat, sekaligus berhati nurani. Dari sini muncullah karisma, yang akan semakin terlihat ketika harus membuat keputusan yang tidak populer. Di sinilah kepribadiannya terlihat, dimana ia berdiri di atas prinsip demi membela kepentingan masyarakat luas.
Pemimpin yang baik bukan saja sosok ideal yang mampu mengatasi krisis saat ini saja, melainkan diharapkan dapat memikirkan nasib negara dan setiap aspek kehidupan rakyatnya bahkan hingga sampai ke beberapa generasi berikutnya. Dapat memobilisasi rakyatnya dengan pemikiran dan perilaku yang dapat menghadapi tantangan masa depan. Perubahan memang sulit dan bahkan menyakitkan, tetapi tentunya yang paling merasakan sakitnya adalah pemimpin itu sendiri.
Tuntutan perubahan di era milenial, dimana pemberitaan ke khayalak ramai luar biasa derasnya dan sedemikian cepatnya terdistribusi. Ini merupakan tantangan tersendiri di sistem negara kita yang menganut azas demokrasi. Salah satu pilar demokrasi adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Prinsip ini memberikan pemahaman bahwa kebebasan itu tidak pernah absolut. Batas dari kebebasan tersebut adalah tanggung jawab, supaya tidak berubah menjadi sikap semaunya sendiri. Tanggung jawab akan selalu mempertimbangkan dua hal, yaitu berguna dan membangun (1Kor. 10: 23). Ini semua semoga menjadi panduan untuk memilih pemimpin-pemimpin kita di Pilpres dan Pileg 2019 ke depan.
Faktanya adalah apa pun yang dipilih oleh kita, akan dipertanggungjawabkan suatu saat kelak dalam kehidupan saat ini maupun kehidupan sejati kita kelak. Sebab kebebasan yang melekat pada diri orang percaya tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab untuk menjaga kekudusan dalam hidupnya. Inilah anugerah Tuhan. Melihat kondisi ini, sebagai sesama anak bangsa yang segera dihadapkan pada pemilihan pemimpin yang benar-benar mau berbakti demi negaranya, masihkah kita menyianyiakan hak suara kita atas dasar emosi sesaat, dan kepentingan pribadi semata?