Di Paroki asal saya, sekitar tiga puluh tahun yang lalu, ada 3 sekolah Katolik (satu SD, satu TK – SD dan SMP, serta satu SMP) yang letaknya berbeda-beda. Satu SD sudah tutup karena terbenam lahar dingin Gunung Merapi dan satu SMP ditutup sekitar 10 tahun lalu karena kekurangan murid. Jadi sekarang tinggal satu kompleks sekolah Katolik TK – SD – SMP yang masih berlangsung dengan jumlah murid yang tidak ideal – meskipun dari segi prestasi belajar hampir selalu juara di wilayahnya.
Sekolah-sekolah itu pada jamannya menjawab tantangan dan keprihatian masa itu, sehingga kelas-kelas semuanya penuh dengan murid yang berasal dari daerah sekitar lokasi sekolah. Anak-anak Katolik tidak selalu bersekolah di sekolah-sekolah Katolik itu karena jarak sekolahsekolah Negeri yang jauh lebih dekat – hanya sepelemparan batu dari rumah. Secara umum hanya jarak tempuh saja yang membedakan kepada anak-anak Katolik masuk sekolah Katolik atau tidak – karena mutu praktis kurang lebih sama. Guru-guru Katolik memang banyak yang menjadi guruguru Negeri dan mereka berperanan penting di sana. Dari sekolah-sekolah itu baik Negeri maupun Katolik selalu ada saja anak-anak yang masuk Seminari dan menjadi imam, bruder, atau suster.
Nilai-nilai kristiani yang tidak berbeda jauh dengan nilai-nilai Pancasila digali dan dikenali di tempat yang khusus maupun yang umum. Bahkan anak-anak Katolik punya kebanggaan tersendiri bersekolah di sekolah-sekolah umum dan menonjol prestasinya.
Banyak anak-anak kita di sini yang juga menghabiskan waktu belajarnya di sekolah-sekolah Negeri maupun swasta bukan Katolik. Ada keuntungan lebih bagi anak-anak yang sekolah di sekolah-sekolah swasta bukan katolik maupun Negeri. Untuk masuk sekolah-sekolah Negeri tertentu tentu saja kemampuan dan prestasi belajarnya harus melebihi ratarata sehingga bisa melewati passing grade yang dipasang. Ada juga yang sekolah di tempat-tempat ini karena jarak tempuh dan sebab-sebab lainnya.
Tidak semua bisa sekolah di sekolah-sekolah Katolik dan memang tidak harus demikian juga. Nilai-nilai kehidupan dalam arti luas bisa dipelajari dan dicobapraktekan di mana saja.
Kelebihan kedua adalah ketrampilan hidup yang lebih luas. Di sekolah-sekolah Negeri dan swasta bukan Katolik anak-anak kita selalu diuji keberadaannya sebagai orang Nasrani – hal ini tidak terasa di sekolahsekolah Katolik, bahkan menjadi sesuatu yang bisa-bisa kehilangan artinya.
Dan di Jawa Barat ini khususnya anak-anak ini tidak mendapatkan pelajaran agama, sehingga mereka harus meluangkan waktu dan semuanya untuk memperoleh baik pendidikan agama Katolik maupun nilai dalam raportnya. Slamat untuk semuanya …