Kawula muda Martinus, Ensiklik Rerum Novarum Mei 1891 menegaskan, Gereja Katolik berhak berbicara mengenai masalah- masalah sosial. Termasuk juga masalah pembangunan moral bangsa berupa pendidikan agama, budi pekerti, pengajaran di sekolah, pengalaman Pancasila, dsb. Pas nih! Topik utama bulan ini bertema sekolah Katolik.
Sekolah adalah tempat untuk mencari ilmu dan mempersiapkan bekal di masa depan. Itulah sebabnya, sekolah sangatlah penting. Sebagai bukti nyata, dibangunlah sekolah-sekolah dengan basis agama Katolik. Banyak sekali sekolah yang ada di kota Kembang ini dengan berbagai macam kelebihan yang mereka tawarkan. Menjadi pilihan juga bagi para orang tua untuk memberi bekal bagi putera/i mereka. Lalu, apakah sekolah Katolik menjadi pilihannya? Jawabannya ada yang iya, dan ada yang tidak.
Tentunya dari berbagai sudut pandang. Untuk menjawab pertanyaan ini, telah diwawancara beberapa narasumber. Penasaran? Simak yuk! Narasumber pertama, Nathanael Kenneth, yang biasa disapa Ken.
Ken mengaku senang bersekolah di sekolah Katolik, karena memiliki banyak teman seiman, imannya makin bertumbuh, menjadi mudah bersosialisasi, dan masih banyak “keuntungan” lainnya. Pengalaman mengikuti Jambore Nasional Katolik menjadi pengalaman berharga dan menarik baginya.
Menurut Ken, pendidikan dengan basis sekolah Katolik sangatlah penting. “Penting banget. Iman dan karakter makin bertumbuh,” ujar Ken saat diwawancara.
Berbeda dengan Ken, teman muda lainnya, Ferdinand Gilbert, memiliki pengalaman berbeda. Gilbert pernah bersekolah di sekolah non-Katolik, tepatnya saat Gilbert berada di jenjang SD-SMP. Kini ia bersekolah di SMA Katolik. Saat diwawancara, Gilbert mengaku lebih senang bersekolah di sekolah Katolik karena menurutnya iman dan karakternya lebih berkembang, ia bisa lebih mengenal imannya sendiri.
Berkembangnya anak tidak lepas dari peran orang tua mereka. Salah satunya Bapak Sukiran. Menurut beliau, di sekolah Katolik, iman, talenta, dan karakter anaknya makin berkembang. Bagi Bapak Sukiran, pendidikan bukan hanya berbicara tentang akademis. Iman anak juga harus dibina, karena segala proses hidupnya akan menjadi mudah bila iman anak sudah kuat. Diharapkan, nantinya anak bisa mengalahkan egonya serta bisa berguna bagi sesama. “Meski ada beberapa kendala misalnya biaya, tapi yang penting imannya bisa terbentuk,” jelas beliau.
Peran sekolah juga tidak lengkap tanpa peran pendidik. Salah satunya, Ibu Fransisca Arysanti, S.H. seorang guru yang sudah mengabdikan 13 tahun hidupnya untuk mendidik. Beliau mengajar di salah satu SMP Katolik. Menurut Ibu Santi, dengan mengajar di sekolah Katolik, beliau turut aktif dalam mengembangkan karakter dan iman Katolik anak didiknya.
Pengalaman iman beliau pun turut bertambah dengan relasi, doa, ret-ret, rekoleksi, dan kegiatan sosial-kemasyarakatan. Beliau menambahkan bahwa guru-guru sekolah Katolik umumnya mengutamakan pembentukan karakter, moralitas, kedisiplinan, akal budi, dan keimanan akan Kristus, di samping akademis.
Banyak juga orang tua (Katolik) yang menyekolahkan anaknya di sekolah non-Katolik dengan berbagai pertimbangan. Bapak Terryadi Thenarianto misalnya. Menurut Bapak Terry, pendidikan sangat penting bagi anak, terutama pendidikan karakter. Begitu juga dengan memilih sekolah. Beliau memilih sekolah berdasarkan prestasi dari sekolah tersebut.
Meski tidak disekolahkan di sekolah Katolik, Bapak Terry tetap mendidik iman anaknya dengan pelayanan di gereja. Dari beberapa pengalaman di atas, dapat disimpulkan bahwa orang tua pasti memberikan yang terbaik bagi anaknya. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang penting. Dan baik bila karakter dan iman dapat bertumbuh dengan pengajaran yang sesuai iman kita. Jadi, yuk kawula muda kembangkan terus kemampuan kalian, dengan didasari iman dan karakter yang kuat, yaitu iman Katolik!