Wanita Katolik Republik Indonesia Cab. St. Martinus hadir dan bergerak di tengah masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kita. Minggu, 26 Agustus 2018, Desa Arjasari Banjaran menjadi lokasi kegiatan Bakti Sosial berupa pengobatan gratis bagi warga setempat, bekerjasama dengan Paguyuban Ragi selaku penyedia tenaga medis dan obat-obatan. Paguyuban Ragi adalah sebuah kelompok para relawan yang diprakarsai oleh suster-suster Carolus Boromeus dan didukung oleh para donatur, dengan motto “melayani yang tersisih dan merangkul yang terbebani”.
Mereka hadir dan melakukan pemeriksaan terhadap warga masyarakat yang datang untuk berobat. Delapan orang dokter (5 dokter di antaranya adalah umat paroki St. Martinus) melayani, disertai dengan pemberian obat secara gratis. Warga masyarakat pun mendapatkan penyuluhan mengenai sanitasi dan gizi. Kegiatan ini berlangsung mulai pukul 08.00 – 13.00. Terlihat warga setempat begitu antusias.
Mereka hadir sejak pagi.
Selain kegiatan pengobatan, WKRI juga mengadakan penjualan baju bekas yang menjadi daya tarik tersendiri bagi warga yang hadir. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pengumpulan dana untuk membantu warga Arjasari membuat saluran air bersih dari sumber air ke wilayah tempat tinggal mereka. Inilah sumbangsih mereka dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-73.
Semoga seluruh bangsa Indonesia sungguh-sungguh merasakan kemerdekaan hidup di negeri tercinta, Indonesia. Sabtu, 01 September 2018, giliran mereka, para ibu WKRI Cabang St. Martinus untuk “mengisi diri.” Dengan penuh semangat dan ceria mereka mengikuti acara Leadership Training di Lembah Bougenville Maribaya. Acara khusus untuk para anggota (saja) ini bertujuan memberikan pengetahuan dan energi baru supaya lebih mampu menyelaraskan kehidupan berumah-tangga dan berorganisasi dengan seimbang.
Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Kurasa Bahagia dan Mars WKRI. Ibu Enna kemudian menyampaikan pesannya, “Jadilah seorang ibu yang hebat… hebat dalam mengatur rumah tangganya dan hebat bertanggungjawab dalam organisasi.” Sebagai narasumber adalah ibu Lidwina Wahyu Widayati, seorang psikolog. Dalam waktu yang singkat beliau menyampaikan hal-hal yang sungguh tepat dan sangat bermanfaat bagi para peserta yang notabene seorang istri, seorang ibu, dan seorang wanita yang aktif berkomunitas. Tiga peran yang akan berjalan selaras dan berkualitas baik apabila; mampu memaknai komunitas yang dihadapi, tahu persis life position kita ada di mana, sumber perilaku apa yang membuat kita ada di life position tertentu, berkomunikasi dengan baik, dan mengelola waktu. Jadilah manager yang baik buat diri sendiri.
Setelah makan siang, hadir Romo Wahyu yang memaparkan mengenai spiritualitas pelayanan. Tanpa spritualitas kita tidak bisa bergerak. Beliau mengajak untuk memiliki semangat spritualitas dari uskup kita yaitu Ut Diligatis Invicem yang artinya kasihilah seorang akan yang lain. Silih asih, silih asuh, silih asah, artinya saling menyayangi, saling mengasuh, membimbing, mengayomi, dan saling berbagi pengetahuan.
Martin, perwakilan dari OMK Keuskupan Bandung, ikut berbagi pengalamannya dalam menghadapi rasa takut dalam pelayanan. Ketakutan harus dilawan dengan keyakinan pada pikiran dan hati kita. Kita harus mempunyai keyakinan bahwa kita bisa, harus bisa, dan pasti bisa. Pelayanan itu harus tulus dan jujur… (Christine dan Rista/ WKRI St. Martinus)