Doa Ajaran Tuhan
Setelah Doa Syukur Agung, imam bersama umat menyiapkan diri untuk Perjamuan Tuhan. Imam mengajak umat mendoakan dengan mengucapkan/menyanyikan doa “Bapa kami” (Pater noster). Inilah awal Perayaan Ekaristi memasuki Ritus Komuni.
Doa Bapa kami adalah doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri (Mat. 6: 9 -13). Oleh karenanya doa ini dinamakan juga Doa Tuhan. Dalam Ritus Komuni, doa Tuhan kiranya dapat dianggap seperti doa santap bagi jemaat yang akan menyambut komuni. Bukankah sebelum makan, kita juga biasa berdoa? Dan memang tepat jika kita mengingat kalimat dalam doa Bapa Kami yang berbunyi: “Berilah kami rezeki pada hari ini.” Kata “rezeki” merupakan tafsiran untuk kata “roti.” Roti yang akan disantap telah berada di hadapan umat, yaitu roti Ekaristi – Tubuh Kristus.
Ada empat unsur yang menjadi bagian ritual Doa Bapa kami dalam Misa, yaitu ajakan imam, doa Bapa kami itu sendiri, embolisme (doa sisipan), dan doksologi (ungkapan pujian). Dalam TPE (Tata Perayaan Ekaristi) 2005 masih menggunakan teks terjemahan yang lama, kecuali sedikit perubahan pada bagian doksologi: “Sebab Tuhanlah Raja….” menjadi “Sebab Engkaulah Raja….” Sebagai umat kita sering mendoakan “Bapa kami” di luar Misa dalam pelbagai kesempatan dan dengan berbagai cara. Dalam Misa, Doa Bapa kami haruslah kita gunakan dengan cara-cara yang terbaik dan terindah.
Pertama, gunakanlah teks Doa Tuhan yang diajarkan Yesus sendiri yang sudah ditetapkan sebagai teks liturgis resmi dalam Misale Romawi atau TPE. Jangan ada penggantian atau penambahan kata atau frase, bahkan kalimat. Sehingga tidak sesuai lagi dengan “petunjuk Penyelamat kita” atau ajaran Gereja.
Kedua, melodi yang digunakan dalam nyanyian Doa Bapa kami lebih bernada meditatif yang dapat mengantar umat menuju persatuan jiwa dan raga dengan Kristus. Kata demi kata diresapi secara sungguh-sungguh.
Ketiga, tata gerak yang sesuai yaitu umat berdiri sebagai bentuk penghormatan atas kehadiran misteri Paskah. Hanya imam yang merentangkan tangan. Dalam TPE tak tercantum tata gerak lain bagi umat, selain sikap tubuh berdiri. Kalau pun sikap tubuh umat bermacam-macam, ada yang kedua tangannya dibuka ke atas, ada yang mengatupkan kedua tangannya seperti layaknya orang berdoa, atau mungkin ada yang saling bergandengan tangan dengan umat di samping-samping… apa pun posisi tangan umat dipersilahkan sejauh posisi tubuhnya berdiri tegap sebagai sikap tubuh yang penuh hormat di hadapan Allah – Bapa kita. (Andy/DPP St. Martinus; Sumber: C.H. Suryanugraha, OSC; Belajar Misa, Memetik Makna; Kanisius,Yogyakarta, 2014)