Minggu Biasa ke – 31
Minggu, 4 November 2018
BcE. Ul. 6: 2-6; Ibr. 7: 23-28; Mrk. 12: 28b-34
Mahatma Gandhi seorang tokoh India yang beragama Hindu, sangat mengagumi dan menjunjung tinggi ajaran Yesus, terutama kotbah di Bukit dan hukum kasih. Tetapi ia tidak suka dengan orang-orang Kristen bdan para misionaris, karena hidup mereka tidak sesuai dengan ajaran cinta kasih. Contoh: sikap sombong dan mabuk-mabukan.
Pernyataan Gandhi ini merupakan kritik pedas bagi kita, umat Katolik. Dalam Injil hari ini, melalui pertanyaan ahli Taurat, Yesus mengingatkan kembali akan keutamaan hukum kasih. Jawaban Yesus begitu pasti, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu. Dan perintah kedua ialah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mrk. 12: 30-31). Hukum kasih ini adalah perintah yang harus dijalankan. Yesus sendiri dalam karya-Nya dalam pelbagai peristiwa memberikan contoh tindakan belas kasih.
Bacaan pertama hari ini juga menekankan agar umat melaksanakan segala perintah khususnya hukum kasih. “Dengarlah, hai orang Israel, lakukanlah ketetapan dan perintah itu dengan setia…” Kita sering lupa, bahwa dengan tidak menjalankan hukum cinta kasih, kita berada di dalam hukuman yang paling utama juga. Maka agar kita tidak terkena hukuman paling utama itu, kita harus menjalankan hukum kasih dalam hidup sehari-hari.
Pertama melalui doa dan tindakan nyata membantu sesama yang membutuhkan. Kedua menghindari sikap yang berlawanan dengan cinta kasih misalnya benci, dendam, dengki, permusuhan, tidak mau ke gereja karena marah dengan Romonya, sikap sombong, dan lain-lain. Dengan demikian, sabda Yesus kepada ahli Taurat tadi berlaku bagi kita, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.” (Paulus Suyanto/Bidang Pewartaan)