Menjadi Katolik, beriman katolik, beragama katolik, atau beriman kepada Yesus Kristus berarti orang diajak untuk mengambil sikap tertentu dalam diri dan kehidupannya, dengan cara meninggalkan dunianya yang lama dan berani untuk mengarahkan hidup dalam dunia baru. Menjadi Katolik tidak hanya hidup baru dengan agama Katolik dan ajaran Katolik, tetapi menjadi manusia yang sungguh-sungguh baru. Menjadi orang beriman Katolik berarti menjadi percaya dan menyerahkan dirinya secara utuh dan penuh kepada Yesus Kristus. Beriman katolik dan percaya penuh kepada Yesus harus mempunyai 3 dasar, yaitu cerdas, tangguh, dan mampu mengubah dunia (Misi).
Pertama, beriman yang cerdas dalam KGK (katekismus Gereja Katolik) artikel 155 menyatakan: “Dalam iman, akal budi dan kehendak manusia bekerja sama dengan rahmat ilahi: “Iman adalah suatu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan pengantaraan rahmat. Jelas bahwa ada dua instansi yang bekerja mengarahkan hidup manusia menurut KGK 155 tersebut yaitu: akal budi dan kehendak. Keduanya bisa berfungsi jika bekerja sama dengan “rahmat ilahi” yang ada di luar ketiganya. Kerja sama itu mungkin jika ada iman. Kehendak manusia, dengan pertimbangan akal budi dalam imannya akan Allah, mengarah ke tindakan nyata tertentu, keputusan tertentu yang membimbing manusia kepada keselamatan. Orang yang demikian akan memutuskan dan bertindak dengan pertimbangan iman: manakah tindakanku yang sesuai dengan kehendak Allah yang harus dilakukan dan manakah tindakan yang bukan kehendak Allah dan seyogyanya tidak dilakukan.
Kedua, beriman yang tangguh; Rasul St. Paulus menyatakan: “Kamu telah menerima Kristus Yesus Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur” (Kol. 2: 1-2). Menurut Santo Paulus, keteguhan atau ketangguhan iman itu merupakan proses bisa makin “bertambah teguh”. Ketangguhan ini terjadi karena hidup yang berakar dalam Kristus, dibangun di atas pondasi Kristus, dan karena itu melimpah dengan ucapan syukur. Santo Paulus mengalami deraan dari luar karena imannya. Ia justru tangguh dari dalam. “Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2Kor. 4: 7).
Beriman yang cerdas dan tangguh memampukan kita untuk siap keluar untuk mewartakan kabar sukacita bagi banyak orang, hadir dengan kegembiraan di tengah masyarakat untuk mengubah dunia menjadi indah dan damai. Inilah tugas misa kita sebagai gereja. Mazmur 116:10 dikutip oleh St. Paulus dalam 2Kor. 4:13, “Namun karena kami memiliki roh iman yang sama seperti ada tertulis ‘Aku percaya sebab itu aku berkata-kata’, maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata”. Menjadi utusan terjadi karena iman. Setelah pembaptisan, orang Katolik menjadi utusan-Nya. Menjadi utusan di zaman ini tetaplah sama hakikatnya dengan menjadi misionaris di abad para rasul yaitu “berkata-kata”.
Namun, kata-kata mesti menghujam jauh ke hati dan berdaya ubah. Tentu saja kata-kata demikian merupakan kata-kata berkat. Kata “berkat” dalam bahasa Latin ialah “benedictio” yang berasal dari kata dasar “bercakap” (dicere) dan “yang baik” (bene). Kita diutus menyampaikan berkat dengan menyampaikan percakapan yang baik. Maka, kata-kata berkat hendaknya menjadi kata dasar bagi para misionaris zaman ini. Kita-lah misionaris kabar gembira yang mengubah dunia bahwa Allah menyelamatkan manusia dengan berbela rasa dalam diri Yesus Kristus. (MoWah)