Dalam tulisannya pada buku DEMOKRASI dan SENTIMENTALITAS, Rm F. Budi Hardiman SJ menjelaskan bahwa ada empat musuh demokrasi yang tidak hanya merusak sistem demokrasi, tetapi juga meracuni etos/semangat demokrasi yaitu feodalisme-sistem privilese (juga KKN dan politik kesukuan), neoliberalisme (yang membiarkan modal lebih berkuasa daripada politik), teknokratisme (keputusan publik hanya dilakukan oleh para teknokrat pembangunan tanpa mempertimbangkan faktor sosial), dan fundamentalisme agama.
Fundamentalisme agama terjadi ketika pandangan tentang hidup yang baik dari satu kelompok dipaksakan untuk seluruh masyarakat dalam suatu negara. Kecenderungan ini semakin terbaca dalam beberapa tahun terakhir pada awal tahun 2000-an yang lalu, terutama sejak reformasi yang sempat menimbulkan kegamangan dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI.
Sebagian orang/umat Katolik dalam kegamangan dan kekuatiran tentang keutuhan Indonesia mulai bertanya-tanya di manakah Pancasila dasar negara kita saat ini? Kenapa Pancasila tidak ada gaungnya sama sekali dalam kehidupan masyarakat sehari-hari? Bahkan ada yang bertanya sebenarnya sikap Gereja Katolik Indonesia terhadap Pancasila, ketika orang ramai membicarakannya?
Untuk Anda semua yang masih bertanya-tanya tentang sikap Gereja, berikut disampaikan apa yang disampaikan oleh Konferensi Waligereja Indonesia selama ini. Tidak ada yang baru, tetapi untuk lebih memberikan penyegaran ingatan kita semua. KWI berasaskan Pancasila dan Gereja Katolik tidak merasakannya sebagai beban tambahan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.
Statuta KWI yang disahkan pada bulan November 1987, pasal 3 menyatakan, “Dalam terang iman Katolik KWI berasaskan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” Dengan penjelasan sebagai berikut, “Nilai-nilai kemanusiaan yang luhur seperti yang ada dalam Pancasila itu terdapat juga dalam ajaran Gereja. Andaikata tidak ada Pancasila, nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan sosial itu juga sudah harus dijunjung tinggi dan diperjuangkan oleh Gereja Katolik. Dalam terang iman Katolik Gereja menerima Pancasila. Dengan menerima Pancasila itu umat Katolik tidak merasa menerima tambahan beban, melainkan mendapat tambahan dukungan dan bantuan dari NKRI. Maka, Gereja Katolik sangat menghargai Pancasila bukan karena pertimbangan taktis, melainkan karena keyakinan akan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, yang perlu dihayati dan diamalkan secara terbuka, dinamis, dan kreatif, dalam wawasan persatuan, kebersamaan, dan kemanusiaan yang luhur bangsa kita.”
Semoga dengan demikian semuanya menjadi gamblang, dan jelaslah panggilan kita semua untuk menghidupi nilai-nilai luhur Pancasila dalam rangka menjalani kehidupan bersama kita dengan sesama warga di sekitar kita baik di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan kerja sehari-hari kita. (rm sis)